Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Pilkada dan UU Parpol Akan Jadi Bahan Tertawaan Rakyat

Kompas.com - 07/05/2015, 19:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani mengatakan, DPR akan ditertawakan rakyat ketika tetap memaksakan rencana merevisi UU Pilkada dan UU Partai Politik hanya karena ada kepentingan terkait kisruh di tubuh Partai Golkar dan PPP.

"Kalau secara umum, ini akan jadi bahan tertawaan rakyat," kata Arsul di Jakarta, Kamis (7/5/2015).

Arsul mengatakan, selama ini DPR sudah dikecam habis-habisan karena belum jelasnya kinerja terkait pelaksanaan fungsi legislasi.

Dari 36 RUU yang masuk ke prolegnas, belum satu pun yang masuk ke tahap pembahasan.

Bila tiba-tiba ada RUU baru dipaksakan masuk prolegnas, menurut Arsul, maka publik akan tahu, apalagi pembahasannya didahulukan dibanding RUU lain.

Hal senada dikatakan Peneliti senior Formappi, Lucius Karus, mengatakan wacana merevisi undang-undang partai politik dan undang-undang pilkada sebaiknya dihentikan karena bukan merupakan kepentingan masyarakat umum melainkan hanya kepentingan segelintir elite.

"Upaya merevisi UU Parpol dan UU Pilkada ini ibarat bunga yang layu sebelum berkembang. Baru diwacanakan, begitu banyak pihak yang menyuarakan ketidaksetujuannya. Jadi rencana ini sebaiknya dihentikan saja," kata Lucius Karus.

Sebelumnya, komisi II DPRRI mewacanakan akan merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terkait PKPU soal pendaftaran calon peserta pilkada.

Wacana revisi UU Pilkada tersebut mendapat reaksi penolakan keras dari berbagai pihak karena alasan pengajuan revisi dinilai tidak mendasar, subjektif dan hanya karena ketidakpuasan sebagian anggota DPR atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Lucius menyebut pihak-pihak yang menolak revisi kedua UU tersebut adalah pemerintah, PDIP, PKB, Nasdem, PPP dan publik melalui Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pilkada.

"Ini ulah segelintir orang di DPR yang memaksakan revisi kedua UU itu yang sebenarnya mereka sadar bahwa masih banyak masalah bangsa yang harus dikedepankan, bukan sebaliknya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya," katanya.

Lucius mengatakan, dalam waktu delapan bulan ini, tidak ada satu pun produk UU yang dihasilkan DPR. Hal itu terjadi karena anggota dewan terhormat justru sibuk mengurus diri sendiri dan koalisinya.

Penolakan intervensi

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pilkada mendukung keteguhan sikap KPU yang tidak mau diintervensi Komisi II DPR.

Koalisi ini terdiri dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Para Syndicate, Indonesian Parliamentary Center (IPC), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Indonesia Corruption Watch (IWC), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Direktur Indonesia Parliament Centre (IPC) Sulastio menyatakan, wacana revisi UU Pilkada dan UU Parpol, tidak lepas dari usaha DPR untuk meloloskan kepentingan politik ke dalam dua UU itu.

"Itu adalah preseden buruk yang dapat ditiru komisi dan alat kelengkapan dewan di DPR untuk melakukan hal serupa dalam mengakomodasi kepentingannya dalam aturan sah," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com