Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Busyro: Hukuman untuk Koruptor Harus Diskriminatif!

Kompas.com - 13/03/2015, 20:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com
- Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku koruptor perlu dilakukan secara diskriminatif positif.

"Fakta menunjukkan terdapatnya jenis kejahatan khusus misalnya terorisme dan korupsi. Untuk kejahatan ini justru perlu didiskriminasi sebagai bentuk diskriminasi positif," kata Busyro melalui pesan singkat yang dierima di Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyatakan setiap narapidana memiliki hak yang sama untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat, termasuk terpidana kasus korupsi.

Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan mengatur syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat (PB) untuk terpidana korupsi, narkoba, terorisme, kejahatan HAM berat serta kejahatan transnasional yang terorganisasi.

Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa untuk narapidana korupsi dapat diberikan remisi dengan syarat turut membantu penegak hukum untuk membongkar kejahatannya (whistle blower) dan telah membayar lunas uang pengganti serta denda sesuai dengan perintah pengadilan.

Namun Yasonna tidak setuju dengan aturan tersebut dan menilai PP itu diskriminatif. Ia mewacanakan akan mengubah persyaratan pemberian remisi untuk terpidana koruptor tersebut apalagi karena pemberian remisi harus memperoleh persetujuan KPK atau kejaksaan sebagai pihak penyidik dan penuntut. (Baca: Menkumham Minta Koruptor Tak Diperlakukan Diskriminatif)

"Terminologi diskriminasi relevan untuk kejahatan dalam klasifikasi umum yang berlaku ketentuan kejahatan umum. Sifat, karakter dan dampak kejahatan korupsi yang semakin memakan korban pembunuhan pelan-pelan terhadap rakyat dan lumpuhnya fungsi lembaga-lembang negara, justru tidak mencerminkan nalar keadilan jika disamakan dengan pelaku kejahatan umum," ungkap Busyro.

Artinya, menurut Busyro, pemidanaan bagi pelaku korupsi adalah hal yang wajar.

"Dari teori pemidanaan diskriminasi adalah wajar. Maka aneh jika pemerintah berkomitmen memberantas korupsi tapi tetap permisif dalam mengobral remisi untuk koruptor sebagai penjahat besar," jelas Busyro.

Ia meminta agar pemerintah bertindak hati-hati sebelum memotong syarat remisi bagi koruptor.

"Agar menjadi kebijakan yang sistemik dalam memberi efek jera terhadap koruptor, pemerintah hendaknya berjiwa besar dan berhati-hati," ungkap Busyro.

Menurut Yasonna, semua narapidana punya hak yaitu pembebasan bersyarat, pendidikan dan pelayanan. (Baca: Menkumham Anggap Napi Korupsi Berhak Dapat Remisi dan Pembebasan Bersyarat)

Yasona mengungkapkan bahwa filosofi pembinaan tidak lagi pembalasan maupun pencegahan melainkan perbaikan tindakan sehingga bila seseorang sudah dinyatakan bersalah dan diputus pidana penjara maka selesailah fungsi penghukuman dan beralih ke fungsi rehabilitasi atau pembinaan.

Pemberian remisi sendiri sudah diatur dalam UU No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com