Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pak Presiden, Saat Kampanye Janji Memilih Orang Berintegritas, tetapi Sekarang..."

Kompas.com - 13/01/2015, 10:24 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Dukungan terhadap petisi penolakan atas pencalonan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri terus mengalir. Hingga Selasa (13/1/2015) pagi, petisi melalui situs www.change.org/CalonKapolri telah ditandatangani sekitar 5.300 netizen, yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.

Petisi dengan judul "Jokowi, Jangan 'Menutup Mata' dalam Memilih Calon Kapolri!" itu digagas Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho. Jokowi diminta memunculkan kembali "Hoegeng" baru sebagai kapolri selanjutnya.

"Penunjukan Budi Gunawan, mantan ajudan Presiden Megawati Soekarno Putri sebagai calon Kapolri sungguh mengejutkan dan menjadi perdebatan banyak pihak. Hal ini karena Budi Gunawan, sang calon Kapolri yang dipilih Jokowi -berdasarkan Laporan Investigasi Majalah Tempo tahun 2010- diduga memiliki transaksi keuangan yang tidak wajar. Meskipun hal ini dibantah oleh Budi Gunawan," kata Emerson.

Presiden Jokowi dianggap terburu-buru melakukan seleksi kapolri. Beberapa kejanggalan dalam seleksi tersebut ialah Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman baru akan pensiun pada Oktober 2015. Selain itu, Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK untuk memberi masukan soal calon kapolri.

"Meski pemilihan Calon Kapolri adalah hak prerogatif Presiden, namun jika Jokowi salah memilih figur Kapolri, maka kesalahan ini akan berdampak rusaknya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Tidak saja sesaat namun bisa saja hingga lima tahun kedepan atau selama periode pemerintahan Jokowi. Sangat menyedihkan jika memilih figur calon Kapolri hanya didasarkan faktor kedekatan namun memiliki persoalan secara integritas. Sulit bagi publik untuk percaya kepada institusi penegak hukum seperti Kepolisian jika pimpinan kepolisian yaitu Kapolri punya masalah dengan hukum," kata Emerson.

Petisi tersebut berisi permintaan agar Jokowi menarik kembali surat yang sudah disampaikan kepada DPR tentang pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri. Jokowi juga diminta melibatkan KPK, PPATK, dan Komnas HAM untuk memberi masukan mengenai rekam jejak para calon kapolri.

Jokowi juga diminta membuka diri terhadap masukan dari semua pihak, termasuk masyarakat dan media mengenai rekam jejak para calon.

KOMPAS.com/DIAN MAHARANI Kalemdikpol Komisaris Jenderal Budi Gunawan melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (26/7/2013).


Sementara itu, saat dihubungi Kompas Minggu malam di Jakarta, Budi Gunawan mengatakan, pihaknya akan menjelaskan semua pertanyaan publik pada saat uji kelayakan dan kepatutan yang akan digelar di DPR.

Beragam komentar disampaikan netizen terkait keputusan Jokowi itu. Sebagian menilai Jokowi tidak konsisten dalam melibatkan KPK dan PPATK ketika memilih pejabat negara. Sebelumnya, Jokowi juga tidak melibatkan kedua institusi itu saat memilih HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung.

Dimas Ardwi Winata asal Cirebon mengatakan, "Jokowi tidak bisa terus-terusan berada di balik bayang-bayang Megawati. Ini saatnya pembuktian kalau beliau bukan boneka."

Beberapa orang menyinggung "Revolusi Mental" yang selalu didengungkan Jokowi saat kampanye pilpres lalu. Janji Jokowi ditagih. Revolusi Mental dinilai harus dimulai dengan memilih kapolri yang mentalnya baik. Kejujuran pejabat dianggap syarat mutlak.

"Pak Presiden saat kampanye Pilpres berjanji memilih orang yang berintegritas tinggi tapi sekarang justru memilih orang yg diragukan integritasnya.. Mohon dipertimbangkan Pak Presiden. Calon Kapolri semestinya mendapatkan pertimbangan PPATK dan KPK demi Polri yang akuntabel dan profesional," kata Richardo Tio asal Tangerang Selatan.

"Indonesia sangat membutuhkan kapolri yang bersih untuk membereskan persoalan hukum di Indonesia. Sapu kotor tak dapat dipakai untuk bersihkan lantai," kata Samsul Ode asal Semarang.

Sumpta Kristriyana mengatakan, "Saya sangat mendambakan Kepolisian Indonesia yang terbebas dari praktik korupsi."

"Selama ini institusi Polri masih jauh dari harapan rakyat. Perlu seorang pimpinan yang bersih, tegas, dan integritas yang tinggi untuk mengubah lembaga POLRI ke arah yang lebih baik dan menjadi kebanggan rakyat Indonesia," kata Syukron Al Kharisi.

"Sebaiknya untuk jabatan publik dilakukan assessment menyeluruh termasuk yang terkait dengan track record dan harta kekayaan. Hal ini sebagaimana semangat yang diangkat oleh Pemerintahan saat ini yang berjanji menjalankan pemerintahan bersih, sederhana, dan transparan," kata Didik Pramusinto.

"Presiden Jokowi, saya pendukung anda tapi saya tidak setuju anda tidak melibatkan KPK dan PPATK tidak dilibatkan, Maka saya mendukung petisi ini," ujar Tony Soelistyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Nasional
Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Nasional
Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com