Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revolusi Mental Partai Trah Soekarno?

Kompas.com - 22/09/2014, 15:52 WIB


KOMPAS.com - Pujian kepada presiden terpilih Joko Widodo disampaikan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri saat membuka Rapat Kerja Nasional IV PDI-P, Jumat (19/9), di Semarang. Megawati menyebut Jokowi sebagai pengejawantahan dari rakyat itu sendiri.

Pernyataan itu diakui Megawati berangkat dari penglihatannya ketika rakyat di seluruh pelosok negeri antusias menyambut blusukan Jokowi.

Jokowi, kader PDI-P, dengan kemampuan dan keterbatasannya, telah memikat hati sebagian rakyat. Kesuksesan itu tak terlepas dari cara Jokowi memimpin, yakni hadir dalam kesahajaan, selalu menyapa dan mendengar keluhan rakyat, serta mengupayakan solusi atas keluhan itu. Ia menjadi pemimpin yang tidak berdiri di menara gading dan membuat sekat dengan rakyatnya, tetapi menjadi pemimpin yang melayani.

Namun, menurut seorang tamu hotel di Semarang, Jhonny Ong, Joko Widodo bukan superman. Meski gaya kepemimpinan Jokowi bermutu dan program-programnya bagus, belum tentu program terlaksana. Mengapa? Menurut Jhonny, mentalitas pejabat publik, termasuk politisi, belum banyak berubah. Etos kerja dan disiplin mereka rendah. Praktik koruptif masih kuat.

Pendapat Jhonny itu mungkin benar. Oleh karena itu, perubahan mentalitas yang oleh Jokowi disebut juga "revolusi mental" harus dilakukan, terutama di PDI-P sendiri sebagai partai pemerintah. Kasus dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah politisi di KPK menjadi contoh betapa penting revolusi mental. Mental koruptif perlu dibongkar. Mental ”penguasa” harus diubah menjadi semangat ”melayani”.

Revolusi mental partai

Lantas, dari mana revolusi mental itu harus dimulai? Jokowi berpandangan, revolusi mental dimulai dari tiap individu di negeri ini; dimulai dari keluarga, tempat tinggal, lingkungan kerja, dan kemudian meluas.

Dalam konteks kepartaian, yang menjadi soal adalah bagaimana proses revolusi mental di PDI-P sebagai partai pemerintah. Langkah itu yang seharusnya dibahas dalam Rakernas IV, selain menata dan menyinergikan tiga pilar partai sebagai partai pemerintah. Perlu ada penajaman tentang bagaimana tiga pilar partai, yakni struktur partai, kader di eksekutif, dan kader di legislatif; serta membumikan revolusi mental di internal partai.

Namun, yang lebih mengemuka justru rekomendasi agar Megawati ditetapkan kembali menjadi Ketua Umum PDI-P periode 2015-2020. Mega, yang kini berusia 67 tahun, bersedia memenuhi aspirasi itu. ”Selama partai ini ada, yang memimpin harus trah Soekarno. Ini perlu sebagai perekat. Partai ini dinamis, tapi ketua umum biar trah Bung Karno. (Kader) Yang lain mentok sekjen saja,” kata Sekjen PDI-P Tjahjo Kumolo.

Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan, sebagai partai pemerintah, PDI-P harus bertranformasi menjadi partai modern. PDI-P tidak bisa lagi bergantung pada nama besar Soekarno atau sosok Megawati. Manajemen partai perlu berubah, pengambilan kebijakan dilakukan transparan dan bottom up. Rekrutmen kepemimpinan dan struktur partai didasarkan pada merit system (yang terpilih kader berkualitas, bukan karena koneksi politik). Juga, pengelolaan keuangan partai harus lebih baik dan akuntabel.

Dalam visi dan misi Jokowi-Jusuf Kalla disebutkan bahwa Jokowi-JK akan melakukan revolusi karakter bangsa melalui penataan kurikulum pendidikan nasional yang mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan dan budi pekerti.

Latar belakang pentingnya pendidikan karakter itu tidak terlepas dari situasi bahwa bangsa Indonesia berada di tengah pertarungan dua arus kebudayaan. Di satu sisi, manusia Indonesia dihadapkan pada arus kebudayaan yang didorong kekuatan pasar yang menempatkan manusia sebagai komoditas.

Di sisi lain, muncul arus kebudayaan yang menekankan penguatan identitas primordial di tengah derasnya arus globalisasi. Akumulasi dari kegagalan mengelola dampak persilangan dua arus kebudayaan itu menjadi ancaman bagi pembangunan karakter bangsa (nation and character building).

Bagaimana bangsa Indonesia dapat mengelola persilangan dua arus kebudayaan itu jika mentalitas pejabat publik dan politisi juga tergerus oleh kekuatan pasar yang cenderung melihat masyarakat, dengan berbagai persoalannya, hanya sebagai komoditas? (Ferry Santoso/Wahyu Haryo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com