JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bakti menilai, tidak boleh ada klaim bahwa Pilkada langsung telah gagal membawa kebaikan bagi Indonesia. Pasalnya pemilihan kepala daerah baik gubernur, bupati, atau pun wali kota yang dimulai sejak tahun 2005, kini belum genap berumur 10 tahun.
"Kalau belum genap 10 tahun, baru ada dua kali pemilihan di setiap daerah," kata Ikrar dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (21/9/2014) siang.
Ikrar menjelaskan, harus ada kajian yang komprehensif untuk mengatakan suatu sistem pemerintahan gagal atau berhasil. Berbagai kekurangan pemilu langsung yang selama ini diutarakan oleh elite koalisi Merah Putih, menurut dia, hanya kesimpulan umum yang tidak berdasar.
"Mereka belum membuat kalkulasi politik. Seandainya (Pilkada lewat) DPRD lebih murah, bagamana? Padahal dia tidak memperhitungkan proses budgeting, proses pertanggungjawaban," ujar dia.
Ikrar mengapresiasi sikap Partai Demokrat yang belakangan mengubah haluannya untuk mendukung pilkada langsung. Dia meyakini, partai koalisi Merah Putih yang tetap mendorong Pilkada lewat DPRD akan terpuruk saat pemilu 2019 mendatang.
"Partai-partai itu bisa habis citranya 2019 nanti," pungkas Ikrar.
Hingga saat ini, koalisi Merah Putih masih solid menolak rakyat untuk memilih pemimpinnya. Namun, berubahnya sikap Demokrat telah mengubah peta politik. Kini, dukungan Pilkada langsung mendominasi suara di DPR. (baca: Dukung Pilkada Langsung, Sikap SBY Ubah Peta Politik di DPR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.