JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Kepolisian Nasional menerima banyak keluhan masyarakat terkait kinerja fungsi satuan reserse Kepolisian Negara RI. Selama periode 2008-2012, secara akumulatif, keluhan masyarakat terhadap kinerja satuan reserse mencapai 90 persen.
Hal itu dikatakan Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Syafriadi Cut Ali di Jakarta, Kamis (28/8).
”Sebanyak 90 persen keluhan masyarakat di Kompolnas terkait dengan reserse,” kata Syafriadi, yang juga komisioner Kompolnas.
Sebagai gambaran, lanjut Syafriadi, dari 6.019 surat keluhan masyarakat (SKM) atau laporan yang diterima Kompolnas, sebanyak 5.414 SKM atau laporan di antaranya terkait reserse. Keluhan itu antara lain seputar dugaan kasus perdata yang dipidanakan, status saksi yang berubah menjadi tersangka, atau sebaliknya.
Dalam anatomi SKM dari Kompolnas disebutkan beberapa dugaan penyimpangan yang diduga banyak dilakukan oknum reserse. Di antaranya, memaksakan perdamaian dengan imbalan, memeras tersangka, memeras saksi, memeras korban, tak menyidik atau melanjutkan penyidikan kasus dengan imbalan, substansi pemeriksaan dibuat mengambang agar tak P21, dan mengejar pengakuan dengan berbagai cara.
Sebelumnya, komisioner Kompolnas, Adrianus Meliala, mengungkapkan sinyalemen keberadaan reserse sebagai ATM (mesin uang) Polri dalam wawancara di Metro TV. Namun, di luar dugaan setelah itu, Adrianus diadukan ke Badan Reserse Kriminal Polri. Adrianus mengungkapkan, ia hanya melontarkan fenomena umum di jajaran Polri (Kompas, 28/8).
Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman menilai, penilaian yang menjelek-jelekkan institusi Polri, seperti disampaikan Adrianus, bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polri. Ketidakpercayaan itu dapat membuat masyarakat membenci Polri. ”Nanti, apa pun yang dilakukan Polri tak dipercayai masyarakat,” katanya. Padahal, Polri terus-menerus membenahi diri.
Karena itu, lanjut Sutarman, Polri ingin membawa pernyataan Adrianus ke ranah hukum. ”Nanti hukum yang menilai,” katanya. Dengan membawa masalah itu ke ranah hukum, bukan berarti Polri arogan. ”Negara kita, kan, negara hukum,” katanya.
Menurut Sutarman, di era demokrasi, masyarakat boleh mengkritik Polri. Namun, kritik itu jangan sampai menjelek-jelekkan yang dapat berdampak buruk terhadap Polri.
Terkait keluhan ke Kompolnas terhadap kinerja reserse, menurut Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, keluhan terhadap reserse tak hanya banyak dilaporkan ke Kompolnas, tetapi juga ke Divisi Profesi dan Pengamanan dan Inspektorat Pengawasan Umum Polri.
Menurut Badrodin, keluhan itu antara lain terkait perilaku penyidik, masalah hukum yang tidak dipahami, waktu penyidikan yang lama, dan dugaan penyimpangan-penyimpangan.
”Terkait dugaan penyimpangan, kalau ada datanya, dilaporkan. Nanti kita proses,” ujarnya. Ia mencontohkan, Polri sudah memproses kasus suap dengan tersangka dua oknum penyidik di Polda Jawa Barat.
Berlebihan
Dosen Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menegaskan, langkah Kapolri mengkriminalisasi Adrianus tergolong berlebihan.
”Seharusnya hal itu dibaca secara mendalam. Di lingkungan Polri, hubungan-hubungan dengan masalah judi sudah cukup lama ada, tak hanya kasus AKBP MB di Polda Jabar,” ujarnya.
Menurut Bambang, masalah serupa kadang muncul, kadang hilang. Ia mencontohkan periode kepemimpinan Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto ketika bisnis perjudian ”tiarap”.
”Karena itu, masalah itu seharusnya dikaji demi lebih terarahnya pembenahan Polri. Terhadap kasus AKBP MB dan kawan-kawan, itu harus diusut tuntas, jangan hanya berhenti di yang bersangkutan. Kemungkinan terkait ke atasan harus diselidiki,” kata Bambang.
Jika ditemukan petunjuk atau bukti terkait keterlibatan polisi lainnya, harus ada tindakan tegas. Jika tidak, tentu di kemudian hari masih ada polisi yang berani coba-coba. ”Pak Sutarman harus melihat ke dalam Polri dari apa yang dinyatakan Adrianus. Harus introspeksi,” ujar Bambang.
Sementara Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane PW mendesak Kadiv Humas Polri untuk menjelaskan apakah seorang perempuan PNS di Divhumas Polri mempunyai kapasitas untuk mengatasnamakan Polri, dan kemudian melaporkan Adrianus ke Bareskrim Polri dengan tuduhan menghina Polri. (FER/ONG)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.