Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terindikasi Partisan, Media Massa Gagal Menjalankan Fungsi Publik pada Masa Pemilu

Kompas.com - 16/08/2014, 10:20 WIB
Meidella Syahni

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Penelitian Lembaga Pemantau Media, Remotivi, Muhamad Heychael mengatakan agenda media massa pada masa pemilu cenderung merupakan agenda elit politik.

"Secara umum, media massa, tidak hanya mereka terindikasi partisan,tapi juga gagal menjalankan fungsi publiknya pada Pemilu kemarin. Hal ini ditemukan dari studi Remotivi yang menunjukkan bias kepentingan elit meluas di semua stasiun televisi," kata Heychael dalam keterangannya, beberapa waktu lalu.

Heychael mengatakan tentu saja informasi mengenai koalisi menjelang Pemilu adalah penting bagi publik yang hendak menentukan pilihan. Namun, Heychael menceritakan, ketika pemberitaan koalisi partai politik diberikan porsi yang demikian besar—bahkan di atas isu-isu seperti jaminan sosial, ketenagakerjaan, dan lainnya—maka masyarakat harus bertanya, siapa yang sebenarnya butuh koalisi? Suara siapa yang sebetulnya diwakili media?

Selain itu, lanjut Heychael, kesadaran literasi media masyarakat juga dinilai lemah. Merebaknya fitnah dan berita-berita yang tidak memiliki sumber yang jelas, tidak hanya dimungkinkan oleh pengabaian etika jurnalisme oleh media, melainkan juga karena lemahnya pengetahuan masyarakat mengenai kebenaran informasi, media, dan cara kerja jurnalistik.

"Masyarakat tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk menilai mana berita yang kredibel dan mana yang tidak," katanya.

Akibatnya, masyarakat mengandalkan selera politik sebagai ukuran atas informasi yang diterima. Masyarakat mudah terprovokasi oleh berita-berita yang tak berdasar fakta dan sumber yang jelas. Ketika berhadapan dengan informasi, masyarakat lebih mengedepankan selera politik ketimbang validitas informasi yang didapatnya.

"Masyarakat cenderung menuntut apa yang ingin mereka dengar, bukan menuntut apa yang benar. Seolah hanya ada dua macam kebenaran: media Prabowo dan media Jokowi. Bahkan, sekalipun ada media yang menyampaikan kebenaran, masyarakat akan menghakiminya selama isi media bertentangan dengan selera politiknya," terangnya.

Karena itu, lanjut dia, perlu ada upaya untuk membentengi publik dari informasi yang sesat dengan memberikan pendidikan melek media mengenai apa itu berita, apa itu jurnalisme, dan bagaimana menilai kualitas kerja jurnalistik. Disamping itu, Remotivi menilai, politisi juga tidak menghasilkan diskusi publik yang bermutu. Hal ini ditandai oleh pernyataan-pernyataan mereka yang tidak didasari akal sehat dan lebih menekankan emosi.

"Tidak kurang contoh pernyataan seperti yang diungkap Mochtar Ngabalin, yang menyerukan agar pendukung Prabowo-Hatta berdoa untuk mendesak Allah berpihak pada kebenaran. Pernyataan semacam ini menjadikan diskusi publik kita semakin dijejali oleh semacam fanatisme tanpa logika," katanya.

Hal yang sama juga mereka lakukan terhadap media. Politisi dari kedua kubu kerap kali mendeligitimasi berita-berita yang merugikan mereka dengan menyatakan bahwa berita tersebut datang dari media pendukung kubu sebelah.

"Ini jelas pembodohan publik. Politisi seolah sengaja merawat ketidaktahuan publik akan kualitas informasi dan mengeksploitasinya sebagai sarana kampanye," tandasnya.

Lemahnya komitmen kedua calon presiden dan wakil presiden pada filosofi dasar UU Penyiaran juga mempengaruhi sikap media selama pemilu. Heychael mengatakan semangat UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 dengan jelas mengatakan bahwa frekuensi adalah milik publik. Konsekuensi logisnya, sebagaimana dijelaskan dalam aturan turunannya, P3-SPS pasal 50 ayat 2, “Lembaga penyiaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta Pemilihan Umum dan/atau PemilihanUmum Kepala Daerah” dan pasal 3, “Lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan terhadap salah satu peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah“.

"Fakta bahwa kedua kubu telah menggunakan media yang menggunakan frekuensi publik seperti televisi sebagai sarana kampanye dan propaganda politiknya membuktikan keduanya tidak memiliki komitmen yang kuat untuk penegakkan UU Penyiaran dan upaya menumbuhkan ruang publik yang demokratis," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polemik RUU Penyiaran, Komisi I DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Masukan Rakyat

Polemik RUU Penyiaran, Komisi I DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Masukan Rakyat

Nasional
Jadi Tuan Rumah Pertemuan Organisasi Petroleum ASEAN, Pertamina Dorong Kolaborasi untuk Ketahanan Energi

Jadi Tuan Rumah Pertemuan Organisasi Petroleum ASEAN, Pertamina Dorong Kolaborasi untuk Ketahanan Energi

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kapolri Pilih Umbar Senyum Saat Ditanya Dugaan Penguntitan Jampidsus

Di Hadapan Jokowi, Kapolri Pilih Umbar Senyum Saat Ditanya Dugaan Penguntitan Jampidsus

Nasional
Penerapan SPBE Setjen DPR Diakui, Sekjen Indra: DPR Sudah di Jalur Benar

Penerapan SPBE Setjen DPR Diakui, Sekjen Indra: DPR Sudah di Jalur Benar

Nasional
Soal Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Komisi III DPR Minta Kejagung dan Polri Duduk Bersama

Soal Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Komisi III DPR Minta Kejagung dan Polri Duduk Bersama

Nasional
Ketum PBNU Minta GP Ansor Belajar dari Jokowi

Ketum PBNU Minta GP Ansor Belajar dari Jokowi

Nasional
Momen Hakim Agung Gazalba Saleh Melenggang Bebas dari Rutan KPK

Momen Hakim Agung Gazalba Saleh Melenggang Bebas dari Rutan KPK

Nasional
Di Jenewa, Menkominfo bersama Sekjen DCO Bahas Akselerasi dan Keberlanjutan Ekonomi Digital

Di Jenewa, Menkominfo bersama Sekjen DCO Bahas Akselerasi dan Keberlanjutan Ekonomi Digital

Nasional
Bertemu Pemilik Burj Khalifa, Prabowo: Beliau Yakin Pendapatan Pariwista RI Naik 200-300 Persen

Bertemu Pemilik Burj Khalifa, Prabowo: Beliau Yakin Pendapatan Pariwista RI Naik 200-300 Persen

Nasional
Kapolri Diminta Copot Anggotanya yang Akan Maju Pilkada 2024

Kapolri Diminta Copot Anggotanya yang Akan Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas Pastikan Kemendag dan Pertamina Patra Niaga Berkomitmen Awasi Pengisian LPG di SPBE

Zulhas Pastikan Kemendag dan Pertamina Patra Niaga Berkomitmen Awasi Pengisian LPG di SPBE

Nasional
 Ditanya Hakim soal Biaya “Skincare”, Istri SYL: Apa Saya Masih Cocok? Saya Sudah Tua

Ditanya Hakim soal Biaya “Skincare”, Istri SYL: Apa Saya Masih Cocok? Saya Sudah Tua

Nasional
Jokowi Sebut UKT Kemungkinan Naik Tahun Depan, Supaya Tak Mendadak

Jokowi Sebut UKT Kemungkinan Naik Tahun Depan, Supaya Tak Mendadak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Beda Gerakan Mahasiswa Era 1998 dan Sekarang

GASPOL! Hari Ini: Beda Gerakan Mahasiswa Era 1998 dan Sekarang

Nasional
Pimpinan KPK Sebut Pertimbangan Hakim Kabulkan Eksepsi Gazalba Bisa Bikin Penuntutan Perkara Lain Tak Sah

Pimpinan KPK Sebut Pertimbangan Hakim Kabulkan Eksepsi Gazalba Bisa Bikin Penuntutan Perkara Lain Tak Sah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com