Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo Vs Jokowi, Priayi Vs "Wong Cilik"?

Kompas.com - 04/07/2014, 08:55 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti CSIS, Philips Jusario Vermonte, menyebut Pemilu Presiden 2014 ibarat pertarungan dua kubu yang tiada henti di tengah masyarakat feodal. Priayi melawan wong cilik. Apa maksudnya?

"Kaum priayi terganggu status quo-nya melihat orang yang bukan siapa-siapa amat populer dan mungkin saja jadi presiden," ujar Philips dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (3/7/2014) malam.

Dalam perspektif feodalistik, kata Philips, kelas sosial dikategorikan menjadi priayi, abangan, dan wong cilik atau rakyat jelata. Dari strata tersebut muncul hak, kewajiban, dan karakter yang berbeda dan cenderung timpang, yang melekat kepada orang yang berdiam di kelas-kelas tersebut.

Philips mengibaratkan pasangan nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, sebagai representasi kelas priayi berdasarkan paparan perspektif itu. Sementara pasangan nomor urut dua, Joko Widodo-Mohammad Jusuf Kalla, menurut dia adalah representasi kelas wong cilik.

Menurut Philips, saat ini "perang" kian sengit, bahkan tiada akhir. Dia pun berpendapat kalangan priayi dapat melakukan apa saja demi mencegah wong cilik berkuasa. Sebaliknya, ujar dia, kalangan wong cilik hanya bisa menepis dan menyusun strategi lagi.

Jokowi, kata Philips, "dihajar" kanan-kiri dengan pernyataan-pernyataan yang merendahkan martabat. "Sebagian besar bukan dari elite sang rival, memang. Namun, dari tangan-tangan lainnya yang boleh jadi sengaja dibuat demi mempertahankan status quo," ujar dia.

Philips berpendapat, tak ada yang bisa dilakukan Jokowi selain fokus pada upaya meraup suara sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan kemenangan. Upaya itu, sebut dia, termasuk menyasar kaum priayi sebagai target pemilihnya.

Meski demikian, Philips melihat kaum terdidik yang disasar Jokowi lewat debat di televisi dan beragam cara kampanye itu tetap berpendapat upaya itu tak pernah cukup. "Lihat saja reaksi mereka-mereka yang punya pemikiran feodal. Menghina penampilan fisik, cara bicara," lanjut dia.

Philips menyayangkan perspektif feodalisme masih tumbuh subur di Indonesia. "Alangkah indahnya demokrasi jika perspektif itu dihilangkan dan kompetisi dijalankan dengan fair," ujar dia. "Menyedihkan, menyaksikan ternyata feodalisme berurat-berakar demikian dalam di republik kita ini."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Nasional
KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

Nasional
Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com