Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WikiLeaks: "Drama" Hadi Poernomo, Bermula dari Niat SBY...

Kompas.com - 05/05/2014, 12:15 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Pada hari terakhir menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang juga adalah hari ulang tahunnya, Senin (21/4/2014), Hadi Poernomo mendapat "kado" penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berikut ini cerita di balik layar dari kisah lawas yang melatari penetapan status hukum Hadi ini.

Kasus yang menjerat Hadi merupakan kejadian lawas, terkait keberatan pajak yang diajukan PT Bank Central Asia, saat dia menjabat sebagai Dirjen Pajak di Kementerian Keuangan. Merujuk dokumen yang dibocorkan WikiLeaks, kado kepada Hadi ini ternyata bermula dari niat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mereformasi birokrasi.

Namun, ada sosok Menteri Keuangan, saat itu dijabat Sri Mulyani Indrawati, yang mengambil porsi besar dalam rentetan "bersih-bersih" birokrasi tersebut. Dokumen yang dibocorkan WikiLeaks kali ini dklaim sebagai kawat yang dikirim dari Jakarta ke seantero belahan bumi, tertanggal 29 April 2006.

Ringkasan dokumen ini bertutur bahwa pada 21 April 2006, Presiden SBY mengganti para pejabat yang sudah bertahun-tahun "bertakhta" di Direktorat Jenderal Pajak serta Bea dan Cukai di Kementerian Keuangan. Tak disebutkan bahwa Sri Mulyani merupakan "eksekutor" dari keinginan Presiden. Meski demikian, rentetan dari setiap rangkaian peristiwa dipaparkan di dalam dokumen itu dengan Sri Mulyani sebagai "bintang"-nya.

Dokumen bocoran WikiLeaks menyebut pergantian Dirjen Pajak serta Dirjen Bea dan Cukai pada 2006 itu merupakan bentuk dukungan luar biasa besar Presiden terhadap Sri Mulyani. Tujuan perombakan dinyatakan sebagai wujud penegakan reformasi birokrasi, sekaligus memangkas praktik korupsi, menghapus kendala dari sektor pajak dan bea cukai atas arus investasi, serta merespons keluhan para investor.

Berdasarkan kawat yang berisi 14 poin tersebut, para investor dikabarkan menyambut gembira Keputusan Presiden Nomor 45/M/2006 tanggal 20 April 2006 itu. Apalagi, sosok pengganti kedua pejabat "senior" yang digusur itu pun sosok yang relatif tidak terkenal dan karenanya dianggap akan bisa diarahkan lebih baik oleh Menteri Keuangan.

Dari dua pejabat yang diganti, tentu saja Hadi adalah salah satunya, dan saat itu pun tepat pada hari ulang tahunnya. Dia dilengserkan dari jabatan Dirjen Pajak dan digantikan oleh Darmin Nasution, yang sebelumnya adalah Kepala Bapepam-LK.

Adapun Dirjen Bea dan Cukai yang diganti adalah Eddy Abdurrahman. Posisi tersebut kemudian diisi oleh Anwar Suprijadi. Pergantian ini memunculkan pula nama Fuad Rahmany sebagai Kepala Bapepam-LK untuk menggantikan Darmin.

Pergantian ini terjadi hanya tiga hari setelah Sri Mulyani bertemu para donor di pertemuan musim semi tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington, Amerika Serikat. Dalam pertemuan itu, Indonesia dianggap gagal menjalankan pesan reformasi yang menjadi syarat bantuan pada masa lalu. Kegagalan itu digarisbawahi terjadi terutama di administrasi pajak.

Negara-negara donor di kedua lembaga itu pun mendesak Sri Mulyani melakukan perombakan besar-besaran. Menurut mereka, perombakan itu harus dilakukan bila Indonesia memang berniat meyakinkan para pemilik modal dan mendapatkan serangkaian leverage yang lebih besar.

Pada saat pergantian para pejabat, 26 April 2006, Sri Mulyani pun memaparkan soal visinya ke depan untuk mengambil peran ganda dalam penegakan hukum dan pelayanan publik lewat institusi pajak serta bea dan cukai. "Ada kekecewaan dan kekurangpercayaan pada sisi pelayanan publik," sebut dia saat itu.

Lewat sambutannya itu, Sri Mulyani meminta para pejabat baru untuk bekerja bersamanya secara sistematis, efektif, dan cepat. Di dalamnya termasuk soal perumusan kebijakan dan administrasi.

Selain itu, dia pun menegaskan bahwa Ditjen Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai harus meningkatkan layanan dengan memodernisasi kantor, memaksimalkan penggunaan teknologi informasi, sekaligus meminimalkan kontak langsung antara petugas, baik di pajak maupun bea dan cukai, dengan masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com