Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasdem: Pemilu 2014 Brutal

Kompas.com - 29/04/2014, 06:48 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilu 2014, dinilai sebagai pemilu brutal. Kebrutalan tersebut muncul dari praktik politik uang yang "menyerbu" para konstituen menjelang hari pemungutan suara.

"Pileg kali ini adalah pileg paling brutal. Saya adalah saksi dari kebrutalan itu. Sebagai caleg, saya beruntung bisa mendapatkan kursi. Lengah sedikit saja, lewat kursi itu," kata Ketua DPP Partai Nasdem Bidang Politik dan Pemerintahan Akbar Faisal, di Kantor DPP Partai Nasdem, Senin (28/4/2014).

Berlaga di daerah pemilihan Sulawesi Selatan II, Akbar mengatakan tiga hari sebelum pemungutan suara, daerah pemilihannya itu banjir amplop dan sembako dari oknum calon anggota legislatif dari partai lain. Di daerah pemilihan lain, imbuh dia, saling serang "logistik" tersebut bahkan terjadi di antara sesama calon anggota legislatif dari satu partai.

Dengan situasi tersebut, kata Akbar, Partai Nasdem akan memberikan pendampingan kepada para calon anggota legislatif yang merasa dicurangi, melalui Badan Advokasi Hukum (BAHU) Nasdem. Dia pun menegaskan Nasdem tak akan memberi toleransi kepada caleg partainya yang terbukti melakukan kecurangan.

"Kami akan mem-PAW caleg yang mencurangi rekan sendiri," ujar Akbar. Mantan politisi dari Partai Hanura ini mengatakan kecurangan dalam pemilu tak hanya mementahkan predisi perolehan suara partai politik tetapi juga membuat UU 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif tak bekerja optimal.

Menurut Akbar, kecurangan tersebut berjalan secara sistematis, bahkan diduga melibatkan oknum penyelenggara pemilu. Dia pun mengatakan panitia pengawas pemilu di daerah pun terkesan tutup mata meski bukti kecurangan sudah dipaparkan. "UU seakan takhluk di hadapan politik uang. Hasil survei atau polling menjadi tak berlaku, karena yang berlaku adalah politik uang," ujarnya.

Ketua BAHU DPP Nasdem, Taufik Basari menyayangkan, praktik politik uang masih saja terjadi pada pemilu legislatif kali ini. Menurutnya, ada tiga jenis politik uang. Pertama, pemberian uang atau barang secara langsung. Praktik seperti ini biasanya dilakukan dengan memberikan sembako atau uang dengan besaran antara Rp 100.000 hingga Rp 200.000.

Kedua, sebut Taufik, politik transaksional. Politik ini biasanya mengedepankan janji-janji berbentuk materi kepada konstituen jika caleg yang berjanji itu memenangi pemilu legislatif. Rupa janji itu antara lain perbaikan jalan, pemberian mobil ambulans, atau gaji bulanan kepada pengurus RT/RW.

"Ketiga, serangan fajar saat masa tenang. Besarannya antara Rp 100.000 hingga Rp 200.000. Parahnya, dalam satu keluarga bisa menerima dari beberapa caleg. Masalah terbesar pengungkapan praktik ini yaitu baru dapat diproses saat tertangkap tangan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com