Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denny Indrayana Nilai Janggal Proses Uji Materi UU MK

Kompas.com - 06/02/2014, 16:38 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mempertanyakan proses uji materi di Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU MK. Proses uji materi tersebut dinilai janggal.

Sebelumnya, UU MK direvisi untuk menyelamatkan MK pascaterungkapnya kasus dugaan suap Ketua MK saat itu, Akil Mochtar. Awalnya, saat baru diterbitkan, Perppu MK digugat oleh lima kelompok pengacara yang sering berperkara di MK. Mereka menganggap Perppu tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak dikeluarkan dalam keadaan genting dan mendesak.

Namun, setelah disahkan oleh DPR, MK memutuskan tidak dapat menerima gugatan Perppu tersebut karena telah kehilangan objek. Salah satu kelompok pengacara yang dipimpin Muhammad Asrun lalu kembali mengajukan permohonan uji materi terhadap UU Nomor 4 Tahun 2014 ke MK.

Denny mempertanyakan kenapa pemerintah tidak bisa mengajukan keterangan ahli secara langsung di MK dalam proses uji materi UU MK. Keterangan ahli dari pemerintah hanya dilakukan secara tertulis. Waktu yang diberikan untuk pemerintah dalam mengajukan keterangan ahli, menurut Denny, juga sangat singkat.

"Pemerintah hanya diberi waktu sampai besok (Jumat, 6/2/2014) untuk menyampaikan keterangan dari saksi ahli, dan harus disampaikan secara tertulis. Agak jarang seperti ini," kata Denny dalam forum diskusi di Jakarta, Kamis (6/2/2014).

Denny mengharapkan MK dapat menolak uji materi UU tersebut. Pasalnya, dia menilai Perppu MK dibuat oleh pemerintah untuk kebaikan MK sendiri. Oleh karenanya, sangat menyayangkan jika UU MK yang baru justru ditolak oleh MK sendiri.

"Tentu saja pemerintah inginnya MK menolak (uji materi). Soalnya kami mengeluarkan perppu ini agar membantu MK keluar dari permasalahannya," ujarnya.

Denny menambahkan, substansi Perppu yang mengatur agar Hakim Konstitusi harus lepas dari partai politik minimal tujuh tahun adalah upaya menyelamatkan MK dari kepentingan politik. Begitu pula syarat seleksi hakim MK yang melalui panel ahli dinilainya agar proses rekrutmen lebih transparan.

"Terakhir soal pengawasan, tidak boleh ada lembaga apapun yang tidak diawasi di negara ini. Apalagi setelah Akil tertangkap, orang sadar pengawasannya harus diperketat," kata Denny.

Namun, Denny mengingatkan, pemerintah tidak dalam posisi untuk mendikte ataupun mendesak agar uji materi itu ditolak. Menurutnya, pemerintah hanya berharap agar MK bisa memutus uji materi itu dengan bijak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kolaborasi Pertamax Turbo dan Sean Gelael Berhasil Antarkan Team WRT 31 Naik Podium di Le Mans

Kolaborasi Pertamax Turbo dan Sean Gelael Berhasil Antarkan Team WRT 31 Naik Podium di Le Mans

Nasional
Dorong Pembentukan Pansus, Anggota Timwas Haji DPR RI Soroti Alih Kuota Tambahan Haji

Dorong Pembentukan Pansus, Anggota Timwas Haji DPR RI Soroti Alih Kuota Tambahan Haji

Nasional
Timwas Haji DPR Desak Pembentukan Pansus untuk Evaluasi Penyelenggaraan Haji secara Menyeluruh

Timwas Haji DPR Desak Pembentukan Pansus untuk Evaluasi Penyelenggaraan Haji secara Menyeluruh

Nasional
Puan Sebut DPR Akan Bentuk Pansus Haji, Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024

Puan Sebut DPR Akan Bentuk Pansus Haji, Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024

Nasional
Timwas Haji DPR Imbau Pemerintah Tingkatkan Kenyamanan Jemaah Haji Saat Lempar Jumrah di Mina

Timwas Haji DPR Imbau Pemerintah Tingkatkan Kenyamanan Jemaah Haji Saat Lempar Jumrah di Mina

Nasional
Sandiaga: Sekarang Ekonomi Dirasakan Berat, Harga-harga Bebani Masyarakat...

Sandiaga: Sekarang Ekonomi Dirasakan Berat, Harga-harga Bebani Masyarakat...

Nasional
Terima Keluhan Jemaah Haji, Anggota Timwas Haji DPR: Pemerintah Dinilai Abaikan Rekomendasi DPR

Terima Keluhan Jemaah Haji, Anggota Timwas Haji DPR: Pemerintah Dinilai Abaikan Rekomendasi DPR

Nasional
Zita Anjani Berkurban Dua Sapi di Cipinang, Beri Nama Anyeong dan Haseyo

Zita Anjani Berkurban Dua Sapi di Cipinang, Beri Nama Anyeong dan Haseyo

Nasional
Rayakan Idul Adha, Menko Polhukam Ungkit Pengorbanan untuk Bangsa dan Negara

Rayakan Idul Adha, Menko Polhukam Ungkit Pengorbanan untuk Bangsa dan Negara

Nasional
Paus Fransiskus Akan Kunjungi Masjid Istiqlal Pada 5 September 2024

Paus Fransiskus Akan Kunjungi Masjid Istiqlal Pada 5 September 2024

Nasional
Soal Kans Dampingi Anies pada Pilkada Jakarta, Ida Fauziyah: Belum Membicarakan sampai ke Situ

Soal Kans Dampingi Anies pada Pilkada Jakarta, Ida Fauziyah: Belum Membicarakan sampai ke Situ

Nasional
Pimpinan KPK Dinilai Tak Mau Tangkap Harun Masiku, Bukan Tidak Mampu

Pimpinan KPK Dinilai Tak Mau Tangkap Harun Masiku, Bukan Tidak Mampu

Nasional
Muhadjir: Pelaku Judi 'Online' Dihukum, Penerima Bansos Itu Anggota Keluarganya

Muhadjir: Pelaku Judi "Online" Dihukum, Penerima Bansos Itu Anggota Keluarganya

Nasional
Prabowo Sumbang Ratusan Hewan Kurban, Gerindra: Rasa Syukur Pemilu 2024 Berjalan Lancar

Prabowo Sumbang Ratusan Hewan Kurban, Gerindra: Rasa Syukur Pemilu 2024 Berjalan Lancar

Nasional
Idul Adha, Prabowo Berkurban 48 Sapi ke Warga Kecamatan Babakan Madang, Bogor

Idul Adha, Prabowo Berkurban 48 Sapi ke Warga Kecamatan Babakan Madang, Bogor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com