"Pemerintah akan membantu kalau (pembahasan) ini sudah matang antara parpol dan Bawaslu. Perpres itu nantinya akan menyokong yang di bawah, antara parpol dan Bawaslu, maka menunggu pembahasan antara keduanya," kata Gamawan di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (27/1/2014).
Meski demikian, hingga saat ini masih ada parpol yang menolak dana saksi parpol, di antaranya Partai Nasdem. Soal penolakan parpol itu, dia menuturkan, anggaran tidak akan diberikan jika belum ada kesepakatan di antara parpol.
"Kalau (parpol) tidak setuju tentu tidak mungkin diberikan. Itu tergantung Bawaslu bagaimananya, tentu harus dimatangkan dulu antara Bawaslu dan parpol. Pemerintah tidak mau masuk dalam wilayah yang tiba-tiba ada perbedaan semacam itu," jelasnya.
Gamawan mengatakan, perpres tersebut hanya mengatur pencairan dana dari APBN dan bukan soal mekanisme penyaluran dana kepada saksi atau kepada parpol. Menurutnya, soal mekanisme penyalurannya adalah wewenang Bawaslu.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk membayar saksi parpol yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan parpol.
"Pemerintah juga mengakomodir anggaran saksi parpol di setiap TPS. Ada 12 saksi parpol. Biayanya bukan dari parpol tapi dari pemerintah. Itu keluhan dari parpol, tidak bisa mendatangkan saksi karena tidak ada anggaran," ujar Ketua Bawaslu Muhammad di Jakarta, Senin (20/1/2014).
Dia mengatakan, setiap saksi dibayar Rp 100 ribu untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Untuk honor saksi parpol, pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar.
"Ini dalam rangka memastikan proses pengawasan pemilu," lanjut Muhammad Wacana itu menuai kontroversi. Pemantau pemilu keberatan dengan adanya pembiayaan honor saksi parpol oleh negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.