Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Halau Pencari Suaka, Pemerintah Indonesia Diminta Protes Australia

Kompas.com - 07/01/2014, 15:42 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengkritisi kebijakan Australia menghalau kapal para pencari suaka yang hendak ke Australia lalu diarahkan kembali ke perairan Indonesia. Menurut Hikmahanto, Australia tidak mempraktikkan kebijakan bertetangga yang baik.

"Pemerintah Indonesia perlu memprotes keras tindakan AL Australia tersebut. Pemerintah Indonesia harus meminta agar Pemerintah Australia turut bertanggung jawab dan tidak sekadar cuci tangan atas permasalahan pencari suaka," kata Hikmahanto seperti dikutip Antara, Selasa (7/1/2014).
 
Sebelumnya, Angkatan Laut Australia menghalau 45 imigran gelap asal Timur Tengah yang hendak ke perairan Australia lalu diarahkan kembali ke perairan Indonesia dan berujung ke Ndao, NTT. Tindakan AL Australia itu merupakan implementasi dari kebijakan PM Tony Abbott untuk menghalau para pencari suaka ke wilayah Indonesia (boat turnback policy).

Hikmahanto mengatakan, Pemerintah Indonesia perlu menyampaikan protes lantaran pada kenyataannya para pencari suaka berkeinginan ke Australia, bukan ke Indonesia. Bila tindakan AL Australia terus berlanjut, kata dia, maka AL Indonesia dan Basarnas perlu memperlengkapi para pencari suaka dengan berbagai peralatan agar mereka bisa sampai di Australia dengan selamat.

Pemerintah, tambah dia, harus tegas dalam menghadapi kebijakan Australia dalam menangani para pencari suaka. Ia menilai tindakan tegas itu dibutuhkan agar kedaulatan RI tidak dilecehkan oleh Australia dan Indonesia tidak menjadi tempat bagi "masalah" Australia.

Aksi kapal perang AL Australia yang memasuki wilayah perairan Indonesia secara semena-mena itu diketahui setelah Kepolisian Resor Rote Ndao di Pulau Rote, sekitar 40 mil dari Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, mengamankan 45 imigran gelap asal Timur Tengah yang terdampar di Dusun Kakaek, Desa Lenupetu, Kecamatan Pantai Baru, Kabupaten Rote Ndao, di Pulau Rote, Senin (6/1/2014).

Menurut keterangan Yusuf Ibrahim (28), salah seorang imigran, kepada aparat kepolisian di Mapolres Rote Ndao, kapal yang mereka tumpangi itu digiring oleh tiga kapal perang AL Australia dan enam kapal cepat (speed boat) yang digunakan Marinir Australia sampai ke wilayah perairan Indonesia di dekat Pulau Rote.

Yusuf Ibrahim kemudian menunjukkan bukti pelanggaran kedaulatan NKRI tersebut berupa JPS yang menunjukkan bahwa kapal perang AL Australia tersebut telah memasuki wilayah perairan Indonesia, sekitar tujuh mil dari daratan Pulau Rote.

"Kami sempat ditahan selama satu setengah hari di perbatasan perairan RI-Australia tanpa diberi makan oleh patroli AL Australia. Ada empat orang rekan saya, malah disiksa dengan memegang knalpot mesin kapal saat digiring masuk ke dalam ruang mesin sehingga membuat tangan mereka terluka," katanya mengisahkan.

Kapolres Rote Ndao AKBP Hidayat yang dihubungi secara terpisah mengatakan, para imigran tersebut berangkat dari Pulau Kendari di Sulawesi Tenggara pada 21 Desember 2013 dan tiba di Australia pada 1 Januari 2014. Namun, mereka langsung dihadang dan digiring keluar oleh patroli AL Australia dengan menggunakan tiga buah kapal perang tersebut.

"Para imigran tersebut tiba di perairan Pulau Rote pada 6 Januari 2014 sekitar pukul 02.00 Wita pada Senin dini hari, namun baru diketahui oleh warga Desa Lenupetu di Kecamatan Pantai Baru pada pukul 06.00 Wita. Warga langsung melaporkan kasus tersebut, dan kami langsung mengambil tindakan pengamanan," kata Hidayat.

Para imigran tersebut terdiri dari 36 laki-laki dan sembilan perempuan. Dari jumlah tersebut, tercatat yang berkewarganegaraan Somalia sebanyak 28 orang, Sudan sembilan orang, Mesir tiga orang, Nigeria dua orang, serta Yaman, Ghana, dan Lebanon masing-masing satu orang.

Kepala Imigrasi Kupang Silvester Sili Laba yang dihubungi secara terpisah mengatakan, para imigran tersebut akan ditampung sementara di bekas Kantor Imigrasi Kupang karena rumah detensi Imigrasi Kupang telah penuh dengan para imigran yang memiliki misi yang sama untuk mencari suaka di Australia.

Pemerintah Indonesia memutuskan menghentikan sementara sejumlah kerja sama dengan Australia pascapengungkapan kasus penyadapan. Salah satunya, kerja sama operasi militer bersama untuk mengatasi penyelundupan manusia ke Australia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Nasional
Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Nasional
Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com