Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/10/2013, 09:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Keluarga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tidak hanya menguasai sumber daya ekonomi dan sejumlah jabatan politik, tetapi juga menguasai posisi strategis di birokrasi. Banyak kalangan menilai, hal ini membahayakan kehidupan berdemokrasi dan rawan penyelewengan.

”Atut dan TCW (Tubagus Chaeri Wardana—adik kandung Atut) menempatkan keluarga dan orang-orangnya di birokrasi,” kata Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Suhada, Minggu (13/10/2013).

Sekretaris Daerah Provinsi Banten Muhadi, misalnya, merupakan paman Wali Kota Tangerang Selatan yang juga adik ipar Atut, Airin Rachmi Diany. Sebagai Sekda, posisi Muhadi sangat strategis. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan, pengguna anggaran di pemerintah daerah adalah sekda.

Ayah Airin, Anwar K, juga menjabat sebagai Ketua Konsuil Banten yang bertugas menerbitkan sertifikasi layak operasi bagi puluhan ribu rumah dalam program listrik masuk desa. Biaya sertifikasi rumah layak operasi dalam program listrik masuk desa tersebut dialokasikan di APBD.

Bukan hanya itu, orang-orang dekat keluarga Atut juga ditempatkan di dinas-dinas strategis.

”Di dinas-dinas ’basah’, seperti Dinas Kesehatan, Dinas PU (Pekerjaan Umum), DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), Atut juga menempatkan orang-orangnya,” tutur Suhada.

Rakyat yang memilih

Menanggapi hal ini, juru bicara keluarga Atut, Fitron Nur Ikhsan, mengatakan, politik dinasti di Banten tidak melanggar perundang-undangan karena konstitusi memperbolehkan. Keinginan keluarga Atut terjun berpolitik pun bukan kemauan Atut semata, melainkan keinginan banyak pihak dengan mempertimbangkan elektabilitas.

Fitron mengungkapkan, keluarga Atut yang maju sebagai kepala daerah pun tidak semuanya menang. Dicontohkan, adik ipar Atut, Aden Abdul Khaliq, yang kalah dalam Pemilihan Bupati Tangerang. ”Setiap individu punya hak politik. Toh, rakyat yang menentukan,” ujarnya.

Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi, menilai, kecenderungan politik dinasti yang menyebar secara eksesif, seperti keluarga Atut, memiliki efek negatif bagi proses demokrasi. Politik dinasti tersebut rentan dan memiliki potensi besar bagi pemanfaatan akses kepada kekuasaan ataupun anggaran publik bagi kepentingan dinasti itu sendiri.

Secara terpisah, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Malang, Wahyudi Winaryo, mengatakan, birokrasi dalam pemerintahan tidak akan profesional jika dinasti politik diterapkan.

”Bagaimana birokrasi mau profesional dan perekrutan politik mau obyektif jika eksekutif hingga legislatif satu keluarga,” kata Wahyudi.

Belum lama ini, Tubagus Chaeri Wardana ditangkap KPK terkait dugaan suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (nonaktif) Akil Mochtar terkait Pilkada Lebak. (NTA/ILO/ATO/FER)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com