"Saya mau tanya, gaji Saudara per bulan berapa? Apa yang memotivasi Anda sehingga berani menerima suap?" tanya salah satu jaksa penuntut umum kepada Setyabudi. Atas pertanyaan itu, Setyabudi menjawab, "Gaji saya per bulan Rp 15 juta, Pak."
Selain gaji tersebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012, Setyabudi juga mendapat tunjangan Rp 24,5 juta. "Apa gaji dan tunjangan itu tidak cukup untuk Anda?" tanya jaksa. "Ya kalau dibilang cukup, ya cukup," jawab Setyabudi. Jawaban itu langsung disambut tawa hadirin persidangan.
Tak lama setelah dialog antara jaksa dan Setyabudi, Ketua Majelis Hakim Nurhakim pun menyela. "Bapak ini hakim tinggi ya. Pasti tahu kode etik. Kok semudah itu menjual harkat derajat sebagai hakim tinggi?" kecam Nurhakim. Dia juga meminta Setyabudi merenungkan kembali kode etik hakim.
"Paham kan isi yang terkandung dalam kode etik hakim? Tolong direnungkan, Pak," ujar Nurhakim sembari mengingatkan kode etik tersebut mencakup sikap jujur, adil, dan mandiri. "Ya, saya tahu aturan dan kode etik. Saya menyesal, ternyata yang saya lakukan ini berisiko," jawab Setyabudi atas kecaman Nurhakim.
Setyabudi adalah terdakwa kasus suap terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial Kota Bandung. Dalam persidangan yang sama, Setyabudi diminta konfirmasi tentang barang bukti yang didapatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dari ruang kerjanya pada Maret 2013.
Jaksa menyebutkan, ada temuan uang Rp 150 juta dalam pecahan Rp 100.000, Rp 350 juta dalam pecahan Rp 100.000, 75 dollar AS, serta Rp 279,9 juta dalam pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000. Juga, lanjut jaksa, ditemukan sejumlah uang dalam amplop di dalam sebuah tas coklat, yakni Rp 14 juta, Rp 15 juta, Rp 5 juta, dan Rp 6 juta.
"Apakah barang bukti ini betul?" tanya jaksa. "Ya betul," jawab Setyabudi. Menurut Setyabudi, uang itu berasal dari Dada Rosada yang saat itu masih menjadi Wali Kota Bandung. Selebihnya, kata Setyabudi, adalah uang "cendera mata" sewaktu dia bertugas di Tanjung Pinang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.