Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Djoko memang lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut 18 tahun penjara. Akan tetapi, katanya, KPK perlu diapresiasi karena mampu menyeret jenderal bintang dua di institusi Polri yang terjerat kasus korupsi dan pencucian uang.
"Jangan dilihat itunya (vonis). Ini suatu langkah yang baik dari KPK, di mana jenderal berbintang aktif, salah satu meteor juga, tetapi bisa ditangkap hingga putusan. Siapa yang menyangka," kata Trimedya di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (3/9/2013).
Lebih lanjut, Trimedya menganggap vonis penjara untuk Djoko Susilo telah cukup tepat. Vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim dinilainya telah sesuai dengan apa yang diperbuat Djoko Susilo.
"Sedang, (vonis penjaranya) tidak terlalu rendah," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis berupa hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan kepada Djoko. Hakim menilai jenderal bintang dua itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang merupakan gabungan perbuatan dalam pengadaan proyek simulator ujian surat izin mengemudi roda dua dan roda empat.
Djoko juga dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang untuk periode 2003-2010 dan 2010-2012. Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa KPK yang meminta Djoko dihukum 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Majelis hakim Tipikor juga menolak tuntutan jaksa KPK yang meminta agar hak politik Djoko untuk memilih dan dipilih dicabut. Hakim menilai, pencabutan hak politik tersebut berlebihan.
Menurut majelis hakim, Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya sehingga merugikan keuangan negara. Djoko terbukti memerintahkan panitia pengadaan agar pekerjaan simulator roda dua dan roda empat diberikan kepada PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Susanto. Dari Budi, Djoko mendapatkan uang Rp 32 miliar.
Selain itu, menurut hakim, Djoko terbukti melakukan penggelembungan harga alat simulator SIM dengan menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) bersama-sama Budi.
Pencucian uang
Selain itu, menurut hakim, Djoko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan membeli aset yang diatasnamakan orang lain. Melihat waktu pembelian aset berdekatan dengan diterimanya uang Rp 32 miliar dari Budi, patut diduga aset-aset tersebut berasal dari tindak pidana korupsi proyek simulator SIM.
"Melihat locus dan waktu setelah menerima uang Rp 32 miliar dari Budi Susanto, maka patut diduga bahwa uang tersebut terbukti untuk pembelian properti tersebut di atas," kata hakim Anwar.
Majelis hakim juga menilai Djoko sengaja menyembunyikan asal-usul asetnya dengan tidak melaporkan asetnya dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Aset Djoko dianggap tidak sesuai profilnya sebagai pejabat kepolisian.
Untuk periode 2003-2010, Djoko memiliki total aset senilai Rp 54,6 miliar dan 60.000 dollar AS. Padahal, total penghasilan yang diperolehnya sebagai pejabat Polri ketika itu hanya Rp 407 juta dan penghasilan lainnya sekitar Rp 1,2 miliar.