"Butuh manuver luar biasa dari kedua partai itu untuk mewujudkan wacana duet Jokowi dan JK," kata pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, ketika dihubungi, Senin (26/8/2013) malam.
Dari Partai Golkar, misalnya, Arie mengatakan, ganjalan pertama adalah karena partai itu sudah memutuskan akan mengusung ketua umumnya, Aburizal Bakrie, sebagai bakal calon presiden. "Jusuf Kalla tidak mudah, kecuali dia sudah mulai memasang jaring dengan (memakai) partai lain," kata Arie.
Setali tiga uang, mengusung Jokowi menjadi capres saja sudah akan sangat tergantung pada keputusan politik PDI Perjuangan. Ia menduga partai itu masih akan menunggu hasil pemilu legislatif untuk membuat keputusan soal pencalonan Presiden.
"Itu pun belum tentu Jokowi yang diusung, bisa saja Megawati yang maju. Kalau hasil pileg mencukupi, maka PDI-P akan leluasa menentukan capresnya," papar dia.
Konfirmasi era figur baru
Sebelumnya, hasil survei Kompas dengan popularitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang kian meroket menjadi isyarat bagi politisi generasi tua untuk bisa menerima munculnya kandidat yang lebih "segar" dan tak memaksakan diri maju kembali pada Pemilu 2014.
Munculnya figur-figur di luar tokoh senior yang sudah dikenal selama ini dinilai menandakan generasi muda politisi Indonesia sudah mulai muncul dengan mengandalkan kinerja daripada pencitraan.
Kedua pendapat itu disampaikan antara lain oleh pengajar ilmu politik di Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi, serta peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, Senin (26/8/2013).
Seperti diberitakan, Litbang Kompas melalui dua survei opini publik (longitudinal survey) terhadap 1.400 responden di 33 provinsi mendapatkan semakin besarnya proporsi pemilih yang sudah dapat memastikan pilihannya pada pemilu mendatang. Pada saat bersamaan, proporsi responden yang enggan menjawab, merahasiakan, atau belum tahu kandidat pilihannya, juga menurun.
Dari proporsi responden yang telah memastikan pilihannya, mengerucut lima nama saja kandidat yang "masuk hitungan" berdasarkan survei itu. Kelima kandidat adalah Joko Widodo, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Megawati Soekarnoputri, dan Jusuf Kalla. Kelima nama tersebut mendapatkan dua pertiga suara responden, dan hanya 18,2 persen suara yang diperebutkan oleh 16 kandidat selain lima nama itu.
Hasil survei Litbang Kompas itu juga menunjukkan elektabilitas Jokowi meroket dari 17,7 persen pada Desember 2012 menjadi 32,5 persen pada Juni 2013. Sementara perolehan dukungan empat nama lainnya jauh di bawahnya. Adapun para tokoh yang diundang Komite Konvensi Capres Demokrat, yakni Mahfud MD, Dahlan Iskan, Pramono Edhie Wibowo, dan Anies Baswedan, elektabilitas mereka masih di bawah lima persen berdasarkan survei tersebut.
Kristiadi mengatakan, hasil survei ini kembali menjadi konfirmasi atas berbagai survei yang digelar sebelumnya yang juga menempatkan Jokowi selaku pemuncak. Selain itu, survei Litbang Kompas sekaligus menjadi cermin sentimen penilaian publik atas kinerjanya di DKI Jakarta dalam memberi manfaat dan menuntaskan permasalahan "warisan" gubernur sebelumnya.
Meski demikian, baik Muradi maupun Kristiadi pun sependapat bahwa Jokowi masih butuh restu dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk bisa diusung menjadi calon presiden. Mereka berdua menyarankan Megawati berbesar hati memunculkan kader muda ke kancah kepemimpinan nasional.
"Popularitas Jokowi akan terganggu apabila Megawati memaksakan diri untuk maju dan (hanya) menggandengnya sebagai wakil," kata Muradi. Menurut dia, skenario yang layak dipertimbangkan adalah memasangkan Jokowi sebagai calon presiden dengan figur profesional. Kalaupun harus mencari "figur senior", dia mengakui hanya JK yang paling pantas, berdasarkan kesamaan cara penyelesaian masalah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.