"Ini mana akuntabelnya, mana obyektifnya? Tiba-tiba seseorang yang kami ragukan integritasnya, kapabilitasnya, profesionalitasnya, justru mengisi hakim konstitusi," kata peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Jafar, pada konferensi pers di Gedung LBH, Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Menurut koalisi, penunjukan Patrialis ini cacat hukum. Pasal 19 Undang-Undang (UU) tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif. Pasal 20 Ayat 2 dari UU yang sama juga menegaskan bahwa pemilihan hakim konsitusi wajib diselenggarakan secara obyektif dan akuntabel.
"Sosok Patrialis Akbar tidak memiliki cukup track record yang baik di masa lalunya. Ketika dia tidak berhasil di Kementerian Hukum dan HAM, tidak berhasil di daerah pemilihan, tiba-tiba ini dia ditunjuk secara langsung oleh Presiden sebagai calon tunggal hakim (di) MK," kecam Wahyudi.
Demi menyelamatkan MK, koalisi meminta Presiden membatalkan penunjukan Patrialis sebagai hakim konstitusi. Mereka berpendapat, cacat hukum dalam penunjukan ini akan melemahkan lembaga pengawal konstitusi tersebut. Selain itu, koalisi juga meminta pemerintah membentuk panitia seleksi calon hakim konstitusi. Proses pemilihan pun diminta transparan, partisipatif, dan akuntabel.
Bila permintaan ini tak dipenuhi, koalisi berencana mengirimkan surat protes kepada Presiden sebagai bentuk somasi kepada pemerintah. "Bila tak juga ditanggapi, koalisi akan menggugat keputusan (penunjukan Patrialis) ke Pengadilan Tata Usaha Negara," imbuh Wahyudi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono resmi menunjuk Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi dari unsur pemerintah. Patrialis, mantan Menteri Hukum dan HAM, menggantikan Achmad Sodiki.
Selain itu, Presiden juga memperpanjang masa jabatan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi periode 2013-2018. "Keduanya menjadi hakim konstitusi melalui keputusan presiden," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha kepada Kompas.com, Selasa (30/7/2013).
Terpisah, Ketua MK Akil Mochtar mengatakan telah menerima Keputusan Presiden tentang pengangkatan Patrialis tersebut. "Kemarin (Senin, 29 Juli 2013) sore Keppres-nya sudah saya terima," ujar dia seperti dikutip dari Antara.