Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mafia Hukum di Benteng Terakhir Pencari Keadilan

Kompas.com - 30/07/2013, 12:32 WIB
Khaerudin

Penulis


KOMPAS.com -  Ahmad, tukang ojek yang biasa mangkal di dekat gedung Mahkamah Agung ini, gelagapan saat tiba-tiba dihentikan sejumlah orang di kawasan silang Monumen Nasional, Kamis (25/7) sekitar pukul 12.15. Ahmad pun menjelaskan kepada orang-orang tersebut bahwa cicilan kredit sepeda motornya telah lunas.

Rupanya dia mengira beberapa orang yang menghentikan laju ojeknya adalah debt collector. Ahmad tidak tahu bahwa orang-orang tersebut adalah penyelidik dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Sasaran mereka pun bukan Ahmad, melainkan penumpang Ahmad, Djodi Supratman.

Djodi diincar penyelidik KPK sejak Rabu. KPK menerima informasi bahwa pegawai MA tersebut bakal menerima uang dari seorang pengacara dari kantor hukum terkenal. Belakangan diketahui Djodi diduga menerima uang dari Mario C Bernardo, pengacara pada kantor hukum Hotma Sitompoel & Associates di Jalan Martapura Nomor 3, Jakarta Pusat.

Rabu itu, KPK sebenarnya sudah mengendus adanya kemungkinan penyerahan uang dari Mario kepada Djodi. KPK juga sudah mengetahui ada sejumlah pihak lain di luar Mario dan Djodi yang terlibat dalam penyerahan uang tersebut. Dari informasi yang diperoleh KPK, Mario dan Djodi sebenarnya tak berhubungan langsung. Ada sejumlah orang yang menjadi perantara di antara keduanya.

Transaksi pertama terjadi pada Rabu. Terjadi apa yang diduga penyerahan uang suap, sebesar Rp 50 juta. Kali ini Djodi yang menggunakan jasa ojek ketika mendatangi kantor Mario lolos dari sergapan KPK. Namun, ada informasi penting yang diperoleh penyelidik KPK hari Rabu itu. Sebuah pesan komunikasi tersadap, pihak perantara yang menghubungkan Djodi dengan Mario menyebutkan bahwa besok (Kamis) akan ada lagi uang yang diserahkan. Tak mau kehilangan buruan, para petugas KPK ”menongkrongi” kantor Hotma Sitompoel & Associates sejak pagi.

Sekitar pukul 11.30, Djodi datang menumpang ojek. Dia membawa sebuah tas. Tak berapa lama di dalam kantor, Djodi keluar dan isi tasnya terlihat menonjol. Petugas KPK tahu pasti telah terjadi penyerahan uang. Petugas KPK pun mengikuti Djodi yang pergi menggunakan ojek dan kemudian menghentikan ojek itu di kawasan silang Monas.

Djodi pun tak bisa berkelit ketika di dalam tas yang dia bawa tersebut, petugas KPK menemukan sejumlah uang. Saat itu Djodi mengaku sebagian uang tersebut adalah miliknya.

Begitu memastikan uang telah berpindah tangan ke Djodi, sebagian petugas KPK kembali ke Jalan Martapura Nomor 3. Untuk memastikan Mario masih di kantornya, seorang petugas menyamar menjadi calon klien dan hendak menemui Mario. Begitu Mario muncul, petugas KPK langsung menangkapnya.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, penangkapan Mario dan Djodi terkait dengan pengurusan perkara penipuan dengan terdakwa Hutomo Wijaya Ongowarsito yang kini dalam tahap kasasi di MA.

Seolah perkara ini tak ada hubungannya karena Mario ternyata bukan pengacara yang menangani kasus tersebut. Djodi yang pegawai Badan Pendidikan dan Pelatihan MA pun tak berhubungan langsung dengan perkara tersebut. Namun, justru inilah letak hebatnya mafia hukum di Indonesia. Pengacara yang tak terlibat dalam sebuah perkara bisa saja menjadi bagian dari mafia peradilan untuk mengurus perkara tersebut.

”Pengacara itu biasanya juga investasi ke orang-orang tertentu. Dia bisa investasi ke orang PTUN. Nah, mungkin yang lain yang enggak investasi di PTUN, pas punya perkara di sana bisa minta bantuannya,” kata pengacara yang juga pernah meneliti praktik mafia peradilan di Indonesia, Taufik Basari.

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, mengungkapkan, sejak awal sebelum ada perkara, modus membangun hubungan baik sudah biasa terjadi. Pihak advokat dapat berperan di sini dalam membangun relasi dengan polisi, jaksa, hakim, dan pegawai badan peradilan. ”Praktik mafia hukum yang pernah kami petakan terjadi dari hulu sampai hilir,” kata Febri. (KHAERUDIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com