Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kode Polisi Minta Uang

Kompas.com - 27/05/2013, 09:12 WIB
Amir Sodikin

Penulis

KOMPAS.com - Maret 2011, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) Sukotjo S Bambang dipanggil menghadap staf Korlantas Polri bernama Ni Nyoman Suartini dan Heru.

”Bos, kasihan Pak Waka (Wakil Kepala Korps Lalu Lintas saat itu dijabat Brigjen (Pol) Didik Purnomo). Budi Susanto enggak pernah perhatikan Waka,” kata staf Korlantas itu.

Sukotjo yang jadi subkontraktor pekerjaan pengadaan simulator berkendara untuk ujian mendapatkan surat izin mengemudi di Korlantas berlagak bodoh dengan bertanya apa maksud memperhatikan.

”Ya berikan danalah, kaliber 50 atau kaliber 100,” kata staf Korlantas.

Tiga hari kemudian, Jumat, Sukotjo datang membawa oleh-oleh dari Bandung. ”Sudah ada barangnya,” kata Sukotjo. ”Kaliber berapa yang dibawa,” tanya staf Korlantas. ”Kaliber 50,” kata Sukotjo. ”Bagaimana kemasannya?” kata staf Korlantas. ”Biasa, oleh-oleh Bandung. Brownies,” kata Sukotjo.

Brownies itu, menurut Sukotjo, dibawa staf bernama Indra ke ruangan Pak Waka. Majelis hakim yang diketuai Suhartoyo dalam sidang dengan terdakwa Irjen Djoko Susilo pada Jumat (24/5) tampak terpana mendengar kisah Sukotjo.

”Apa maksudnya kaliber 50 dan kaliber 100,” tanya Suhartoyo. Sukotjo menjelaskan, itu maksudnya Rp 50 juta atau Rp 100 juta, uang kemudian disamarkan dalam bungkusan kue brownies, oleh-oleh khas Bandung, tempat PT ITI berada.

Sukotjo mengatakan, uang itu diberikan kepada Didik sebagai Wakil Korlantas untuk memuluskan komunikasi dirinya dengan Korlantas. Di ruangan Didik, Sukotjo lalu menyerahkan oleh-oleh sambil melaporkan masalah simulator berkendara 2009 dan teknis soal simulator berkendara 2011.

Selain bersandi kaliber dan kue brownies, Sukotjo juga pernah dengan tangkas menangkap sandi permintaan uang dari staf bagian Perencanaan dan Administrasi Korlantas Polri, Ajun Komisaris Ni Nyoman Suartini. Dalam penyiapan dokumen, Sukotjo sering bekerja dengannya.

”Sudah capek Bos, malam Minggu nih, butuh tambah darah,” kata Sukotjo, menirukan perkataan Nyoman. ”Tambah darah” merupakan sandi untuk permintaan uang. Jika sudah begitu, Sukotjo akan memberikan uang rata-rata Rp 10 juta. ”Apa dibagi ke temannya?” kata hakim Martinus. ”Saya tak tahu,” jawab Sukotjo.

Aliran dana

Pada 13 Januari 2011, Sukotjo mengaku menyerahkan uang Rp 8 miliar ke Primkoppol yang katanya untuk proyek tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB). Uang itu atas permintaan Budi Susanto, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, mitra bisnisnya. Lalu ia menyerahkan Rp 2 miliar secara tunai untuk Djoko Susilo dan Rp 2 miliar untuk Budi. Untuk Djoko, uang diterima Erna, sekretaris pribadinya. Untuk Budi diterima langsung yang bersangkutan.

”Pada 14 Januari 2011, saya juga diminta transfer ke Primkoppol Rp 7 miliar,” kata Sukotjo. Permintaan uang itu disampaikan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan kepada Budi saat studi banding di Singapore Driving Safety Center. Menurut dia, Teddy bilang Djoko yang meminta uang itu.

”Saya ada di situ. Saya dengar permintaan itu, lalu Budi Susanto minta saya transfer Rp 7 miliar saat itu juga,” kata Sukotjo. Akhirnya, Sukotjo menghubungi bendaharanya, Vivi, agar mentransfer Rp 7 miliar ke Primkoppol. Pada 17 Januari 2011, kembali Budi Susanto minta Sukotjo mentransfer pegawainya Rp 1 miliar. Dana terus mengalir ke mana-mana.

Jauh sebelumnya, Oktober 2010, ketika proyek masih direncanakan, Sukotjo juga sudah memberikan uang Rp 50 juta kepada staf bernama Darsian, bagian keuangan Mabes Polri untuk mengetahui dana yang dialokasikan ke Korlantas untuk proyek simulator berkendara.

Dalam menyiapkan lelang pun, ”tambah darah” terus disuntikkan untuk mencari perusahaan-perusahaan pendamping. Sukotjo memberi Rp 70 juta kepada Jumadi yang dimintai bantuan menyiapkan perusahaan-perusahaan pendamping.

Semua ”tambah darah” lebih dari Rp 32 miliar itu berakhir tragis. Proyek tak bisa diselesaikan, perusahaan Sukotjo ”dirampas” dan para pelakunya kini diseret ke Pengadilan Tipikor.

Driving simulator yang diharapkan bisa dimainkan indah berakhir menyakitkan bagi semua pihak. Belum jelas betul penyebabnya karena saksi kunci, Budi Susanto, belum memenuhi panggilan KPK untuk dimintai keterangan di persidangan. Kita tunggu kedatangan Budi Susanto. (Amir Sodikin)

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Dugaan Korupsi Korlantas Polri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Nasional
    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Nasional
    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    Nasional
    Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Nasional
    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    Nasional
    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Nasional
    Ganjar Bubarkan TPN

    Ganjar Bubarkan TPN

    Nasional
    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com