JAKARTA, KOMPAS.com - Pengaturan terkait inovasi dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah bertujuan baik. Namun, hal ini berisiko multitafsir. Bahkan, klausul ini seakan memberi kekebalan hukum kepada kepala daerah.
Direktur Program Yayasan Inovasi Pemerintah Daerah Reslian Pardede menilai, alasan pemerintah mengatur perlindungan atas kepala daerah yang kreatif berinovasi dalam menjalankan pemerintahan sangat tidak tepat. Demikian pula fakta yang kerap disebut sebagai alasan memunculkan pasal tersebut, bahwa sudah 290 kepala daerah menjadi tersangka, terdakwa, terpidana kasus korupsi.
"Kenyataannya, tidak mudah mendapatkan contoh kepala daerah yang bermasalah dengan hukum akibat inovasi yang dilakukan. Kepala-kepala daerah itu menjadi tersangka, terdakwa, atau terpidana karena melanggar hukum," tutur Reslian saat menyikapi berbagai masalah pada RUU Pemda bersama aktivis Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) serta Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), Minggu (7/4/2013) di Jakarta.
Dalam pasal 269 RUU Pemda yang kini dibahas di DPR, disebutkan, "Dalam hal pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan Pemda dan inovasi tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan, aparatur daerah tidak dapat dipidana."
Pasal ini, kata Reslian, menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum. Sebab, sejauh mana kepala daerah dibebaskan dari tuntutan pidana korupsi bila menggunakan dalih inovasi. Pasal tersebut malah bisa digunakan untuk berlindung dari hukum. Semestinya, inovasi dilakukan dalam rambu-rambu hukum. Karenanya, tidak perlu perlindungan hukum khusus untuk mendorong inovasi daerah.
Pemerintah pusat bisa mendorong inovasi dengan menciptakan lingkungan yang memungkinkan seperti memberi insentif dan menyederhanakan peraturan. Ini akan memberi ruang diskresi bagi aparat pemerintah daerah.
Lagipula, tambah Hendrik Rosdinar dari Yappika mengutip Gayus Lumbuun dalam bukunya "Pro Kontra Rencana Pembuatan Peraturan untuk Melindungi Pejabat Publik", diskresi membolehkan pejabat publik melakukan kebijakan dengan tiga syarat, yakni demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar azas-azas umum pemerintahan yang baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.