Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penanganan Kasus Pidana Bisnis Korporasi Masih Dilematis

Kompas.com - 21/02/2013, 11:51 WIB
M Fajar Marta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penegakan hukum dalam kasus-kasus yang melibatkan bisnis korporasi dinilai masih dilematis. Dibutuhkan konsensus dari lembaga-lembaga penegak hukum agar tercipta kepastian hukum.

"Ada dualisme pendapat dari badan peradilan tentang risiko bisnis. Sebagian berpendapat bahwa risiko bisnis tidak menjadi domain tindak pidana korupsi sementara sebagian lagi berpendapat risiko bisnis yang diikuti upaya melawan hukum menjadi domain tipikor," kata pengamat hukum pidana Indriyanto Seno Adji menanggapi putusan hakim tipikor yang membebaskan mantan Dirut Merpati Airlines Hotasi Nababan.

Indriyanto mengusulkan, untuk menghilangkan dilema ini maka harus ada kepastian atau konsensus penegak hukum apakah risiko bisnis yang asal muasalnya keperdataan dapat dipidanakan atau tidak. Ini untuk menghindari terjadinya kriminalisasi keperdataan. Di samping itu, menurut Indriyanto, penegak hukum juga harus taat pada prinsip kehati-hatian (investigation prudential) dalam menangani kasus-kasus bisnis korporasi seperti kasus Hotasi Nababan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi mengatakan, terkait putusan bebas Hotasi Nababan, Kejaksaan belum mengambil sikap apakah mengajukan kasasi atau tidak.

Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho menilai ada upaya pemaksaan dalam beberapa kasus yang ditangani oleh kejaksaan. "Bisa jadi kasus itu perdata murni atau korupsi namun proses pembuktiannya tidak betul-betul matang. Kami agak khawatir kejaksaan sekedar mengejar kuantitas tapi melupakan aspek kualitas," kata Emerson.

Saat ini, Kejagung tengah menangani sejumlah kasus korupsi yang terkait bisnis korporasi seperti kasus bioremediasi Chevron dan kasus penyalahgunaan frekuensi oleh Indosat-IM2. Pakar hukum korporasi Erman Rajagukguk dalam sebuah diskusi panel hukum yang digelar kemarin menegaskan, perkara Indosat-IM2 semestinya masuk dalam kerangka aturan pelanggaran administrasi. "Kalau hukum administrasi, bukan pidana larinya. Namun lebih tepat adalah harus membayar denda sesuai kerugian yang ditimbulkan," kata Erman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com