Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkumham Tidak Setuju RUU Penyadapan

Kompas.com - 29/11/2012, 19:29 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mempertanyakan wacana Rancangan Undang-undang (RUU) Penyadapan yang tengah digulirkan beberapa politisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

RUU Penyadapan dinilai tidak perlu karena sudah ada aturan sebelumnya yang masuk dalam undang-undang setiap lembaga hukum yang ada.

"Itu kan diatur dalam tiap undang-undang. Sudah cukup diatur di masing-masing karena kadar kewenangan (menyadap) tidak bisa disamaratakan," ujar Amir, Rabu (29/11/2012), saat mendatangi Gedung Kompleks Parlemen Senayan.

Menurut Amir, wacana RUU Penyadapan sah-sah saja dilakukan untuk melihat reaksi publik. Namun, ia menilai RUU ini jangan sampai membatasi kewenangan khusus yang dimiliki KPK dalam melakukan penyadapan.

"Sepanjang itu dilakukan tanpa ada tujuan melemahkan suatu lembaga. Tetapi ada yang secara khusus diberikan kewenangan seperti KPK, itu jangan kemudian dilakukan pembatasan-pembatasan," katanya lagi.

Komisi III DPR, yang membidangi hukum, memanggil para mantan penyidik dan penuntut di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari keterangan mereka, beberapa anggota DPR menilai perlunya suatu aturan khusus yang mengatur tentang penyadapan.

Usulan penyadapan untuk dibuat dalam satu undang-undang tersendiri pun mengemuka. Salah satunya adalah Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul. Ruhut mengakui pada pertemuan Komisi III dengan mantan penuntut KPK hari ini menyinggung soal penyadapan.

"Banyak menyinggung itu, usulan undang-undang untuk penyadapan agar berdiri sendiri juga. Ini karena penyadapan tidak hanya di KPK," ucap Ruhut, Senin (26/11/2012), di kompleks Parlemen, Senayan.

Saat ini, mekanisme soal penyadapan sudah dimasukkan ke dalam Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi nomor 30 tahun 2002.

Pada masa sidang DPR lalu, Undang-undang itu sempat akan direvisi termasuk usulan penyadapan yang mengharuskan KPK meminta izin kepada pengadilan terlebih dulu sebelum akhirnya wacana revisi ini kandas setelah ditentang berbagai pihak.

Anggota Komisi III lainnya Syarifudin Suding juga mengemukakan pandangan serupa. Suding mendukung adanya aturan undang-undang khusus terkait penyadapan. Suding menilai selama ini KPK serampangan dalam menyadap seseorang sehingga dikhawatirkan melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Masalah penyadapan, gambaranmya seharusnya diatur dalam perundangan, penyadapan jangan serampangan, tindak pidana korupsi diatur karena pro justicia, penyadap kan segala macam. Kalau selama ini siapa saja, dan ini menyangkau privasi dan HAM orang," kata politisi Hanura itu.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika mengakui adanya wacana yang tengah mengemuka itu. Oleh karena itu, Pasek menjelaskan pihaknya mulai mengumpulkan usulan dari penyidik dan penuntut. Pasalnya, selama ini usulan selalu didengar dari pimpinan KPK.

"Intinya kami ingin mencari masukan, karena tulang punggung dari penegakan hukum itu kan dua, penyidik dan penuntut. Ini yang tidak pernah kami dengarkan karena mereka selalu urusi pelaksana teknis. Selama ini kan hanya pimpinan-pimpinannya saja," ucap Pasek.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com