Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kita Belum Merdeka...

Kompas.com - 12/11/2012, 08:53 WIB

KOMPAS.com - Dalam diskusi yang membahas buku Intelijen karya Hario Kecik di Rumah Ganeca, Rabu (7/11), sejarawan Anhar Gonggong menyebut bahwa perang kemerdekaan setelah 17 Agustus 1945 adalah perang yang dipaksakan Belanda pada Indonesia. Saat itu Indonesia harus mempertahankan diri sebagai bangsa dan negara. Sepanjang sejarah hidupnya bangsa Indonesia terjajah, mulai dari penjajahan feodal, dilanjutkan Belanda, hingga dibumbui kerja sama keduanya.

”Celakanya, penguasa kita juga masih berpikir seperti itu. Kita belum sepenuhnya merdeka,” kata Anhar yang mengundang perhatian sekitar 30 peserta diskusi yang digagas Penerbit Abiseka Dipantara, Yogyakarta, ini.

Anhar memaparkan, sebagian besar bangsa Indonesia, dan ini terlihat dari watak penguasanya, belum mengerti untuk apa Indonesia merdeka. Ketidakpahaman ini muncul dalam bentuk fakta bahwa selama 67 tahun merdeka kita belum pernah berhenti berkonflik di dalam, bahkan belakangan ini semakin parah. ”Kita tidak paham arti kemerdekaan,” kata Anhar.

Hal ini langsung ditimpali dengan bersemangat oleh Mayjen (Purn) Saurip Kadi. Saurip mengatakan, kalau dilihat secara jujur, pada tahun 1945 masa penjajahan teritorial sebenarnya sudah berakhir. Namun, kemudian peradaban masuk ke dalam penjajahan ekonomi dan mata uang. Dilihat dari persepsi ini, bangsa Indonesia belum punya kedaulatan ekonomi.

Hal senada dikatakan pengajar di Universitas Indonesia, Edy Prasetyono tentang dikuasainya aset-aset strategis negara oleh asing, bahkan industri tambang dan pertanian yang menyangkut kelangsungan hidup bangsa. ”Di negara mana pun, sektor pertanian dan ekstraktif tidak akan diberikan ke asing. Intelijen ekonomi kita harus main juga,” katanya.

Berbagai salah kaprah yang belakangan ini muncul pun menjadi bahan diskusi, mulai dari definisi empat pilar kebangsaan hingga peran TNI yang seharusnya menjadi alat negara. TNI, yang kini justru menjadi alat pemerintah, kerap harus berhadapan dengan rakyat.

Edy mengatakan pentingnya intelijen di Indonesia yang didefinisikan sempit, yaitu terkait pertahanan. Padahal, pertarungan yang terjadi saat ini adalah dalam bidang ekonomi bahkan budaya. ”Seorang atase asing pernah bercerita, melakukan penelitian antropologi tentang bahasa-bahasa daerah yang sudah musnah. Itu akan mereka gunakan sebagai bahasa komunikasi intelijen,” cerita Edy.

Cerita Hario Kecik menggambarkan betapa pertempuran 10 November total dilakukan rakyat. Tanpa komando, tanpa pemimpin. Bahkan, gerakan rakyat saat itu mengejutkan Bung Karno dan Pemerintah RI di Jakarta. Jadi, kemerdekaan itu milik rakyat dan jangan ada yang merasa paling berjasa.

Anhar menutup presentasinya dengan definisi tentang pahlawan. Apa itu pahlawan? ”Pahlawan adalah orang yang mampu melampaui dirinya. Ia sudah selesai dengan dirinya. Itu yang sekarang tidak ada,” kata Anhar. (Edna C Pattisina)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com