Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/11/2012, 14:12 WIB

Oleh JE Sahetapy

Keledai adalah binatang yang tangguh dan kuat memikul beban. Mungkin seperti sudah ditakdirkan, ia dipandang sebagai binatang bodoh. Kata pepatah dalam bahasa Belanda, zo dom als een ezel ’bodoh seperti keledai’.

Meski dipandang bodoh, keledai tidak akan terantuk pada batu yang sama untuk kedua kalinya. Ada ungkapan seperti itu dalam bahasa Belanda. Jadi, kalau terantuk pada batu yang sama untuk kali kedua, seseorang berarti lebih bodoh daripada keledai.

Sungguh menarik bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi pernah mengalami kasus yang cukup menghebohkan yang dikenal sebagai cicak versus buaya. Media massa dan mereka yang bergelar SH ribut membicarakannya sampai presiden terpaksa membentuk ”komisi khusus” untuk menanganinya. Yang semula dipandang sebagai pahlawan dari pihak kepolisian kemudian mengalami nasib malang sebab ”dosa-dosanya” pada waktu yang lalu diobrak-abrik dan dikeluarkan dari lemari penyimpan dosa-dosa meski yang bersangkutan sudah naik pangkat dengan beberapa bintang di bahunya.

Itu suatu peristiwa memuakkan yang merupakan blunder kepolisian yang sesungguhnya tidak boleh terjadi, apalagi terulang kembali. Sungguh memalukan!

Kualat

Namun, begitulah, ”hukum alam kualat” akan berlaku bagi siapa saja yang mengira dengan tangan kekuasaan ia bisa ikut memerintah negeri mana pun dengan sesuka hati. Dan, hukum tersebut secara mutatis mutandis akan berlaku pula bagi mereka yang memiliki kekuasaan di Senayan. Jika diamati dengan cermat apa yang mereka ucapkan dengan nada pembalasan dendam yang ditujukan kepada KPK (karena kawan-kawan senasib mereka yang rakus uang rakyat jatuh tersungkur di tangan KPK), tidaklah mengherankan kalau KPK menjadi sasaran dendam kesumat tembak mereka.

Mereka terperanjat ketika Pilkada DKI Jakarta dimenangi Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama karena integritas. Rakyat sudah muak dengan janji kosong dan berkibarnya panji-panji parpol yang besar sekalipun. Tiba-tiba mata mereka yang berkuasa secara politis terbelalak begitu mengetahui hasil yang tak disangka-sangka itu. Dengan begitu gencar, tembakan untuk melumpuhkan KPK melalui sarana penyadapan dan otak-atik KUHAP, yang sebetulnya sudah ketinggalan zaman, direspons rakyat dan kaum intelektual di Jakarta. Kemudian itu membahana di seluruh pelosok Indonesia.

Maka, tadinya nasib KPK seperti di ujung tanduk, ibarat tsunami yuridis, kini berbalik arah: semuanya mendukung KPK. Bayangkan tonjokan ini: ”Siapa yang mengerdilkan KPK, berarti pengkhianat bangsa dan antek koruptor, berlaku untuk siapa saja!”

Namun, apa mau dikata. Keledai yang dikenal lambat berpikir tiba-tiba ingin mengulangi kebodohan cetakan kedua cicak versus buaya dengan judul basi nasi tengik dari Bengkulu. Sungguh mengherankan bahwa penasihat-penasihat hukum di Jalan Trunojoyo tidak waspada dan mengingatkan bahwa keledai jangan sampai terantuk pada batu yang sama untuk kali kedua.

Kata subkultur dominan, ”untung tokoh pencitraan kali ini cukup waspada dan tidak mengulangi skenario yang gagal”. Memang suka atau tidak, setuju atau tidak, rumah yang bau apek di Kebayoran itu perlu dibersihkan sebelum datang matahari baru di ufuk 2014. Viva KPK! Bersihkan terus sampai luka borok yang bau busuk itu betul-betul bersih dan sembuh.

Ingat peribahasa yang tak ada padanannya di Indonesia: Zachte heelmeester maken stinkende wonden ’dokter yang mencla- mencle akan membuat luka yang bobrok itu bernanah’. Selamat KPK dan maju terus pantang mundur bersihkan korupsi!

JE Sahetapy Guru Besar Emeritus Kriminologi Unair

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com