Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Didakwa Korupsi, Neneng Terancam 20 Tahun Penjara

Kompas.com - 01/11/2012, 13:47 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara Neneng Sri Wahyuni didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang bersumber dari APBN-Perubahan 2008. Surat dakwaan atas nama Neneng itu dibacakan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari Kadek Wiradana, Jaya Sitompul, Rini Triningsih, Ahmad Burhanudin, dan Guntur Ferry Fathar dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (1/11/2012).

Menurut jaksa, Neneng, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,72 miliar.

"Baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama Muhammad Nazaruddin, Marisi Martondang, Mindo Rosalina Manulang, Arifin Ahmad, dan Timas Ginting," kata jaksa Burhanudin.

Adapun Nazaruddin, Mindo, Marisi, dan Arifin masih berstatus sebagai saksi dalam kasus ini, sementara Timas Ginting divonis sudah dinyatakan bersalah dan divonis dua tahun penjara Februari lalu.

Jaksa mendakwa Neneng secara alternatif, yakni melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal 20 tahun penjara ditambah denda maksimal Rp 1 miliar. Ia menguraikan, Neneng melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengintervensi pejabat pembuat komitmen (PPK) dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di Satuan Kerja Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan (Dit PSPK) Depnakertrans.

Dalam pelaksanaan proyek, Neneng juga mengalihkan pekerjaan utama dari perusahaan pemenang tender, yakni PT Alfindo Nuratama Perkasa kepada PT Sundaya Indonesia. Perbuatan ini bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa. Atas perbuatannya, istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin itu telah menguntungkan orang lain, tetapi merugikan keuangan negara. Sebanyak Rp 2 miliar dari keuntungan itu mengalir ke PT Anugerah Nusantara.

Sisanya mengalir ke Timas Ginting, Direktur PSPK pada Ditjen PSPK Hardy Benry Simbolon, Ketua Panitia Pengadaan PLTS Sigit Mustofa, anggota Panitia Pengadaan Agus Suwahyono dan Sunarko, Direktur Utama PT Alfindo Nuratama Arifin Ahmad, serta Direktur Utama PT Bangun Perkasa Karmin Rasman Robert. Sekitar Juli 2008, Neneng melakukan pertemuan dengan Nazaruddin, M Nasir, Hasyim, Mindo, Marisi, dan Unang Sudrajat di kantor PT Anugerah Nusantara di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Pertemuan tersebut membahas akan adanya kegiatan pengadaan dan pemasangan PLTS di Depnakertrans. Setelah itu, Nazaruddin memerintahkan Marisi dan Mindo untuk mencari informasi terkait proyek senilai Rp 8,9 miliar tersebut.

Selanjutnya, menurut jaksa, Nazaruddin memerintahkan Marisi dan Mindo untuk mengikuti lelang proyek itu dengan meminjam bendera PT Alfindo, PT Nuratindo, PT Mahkota Negara, dan PT Taruna Bakti Perkasa.

"Selanjutnya, terdakwa (Neneng) menyampaikan bahwa terhadap perusahaan yang dipinjam benderanya akan mendapai fee 0,5 persen dari nilai kontrak apabila jadi pemenang," ujar jaksa Burhanuddin.

Dalam proses penentuan pemenang lelang, Neneng melalui Marisi meminta Timas selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) agar memenangkan PT Alfindo. Atas permintaan itu, Timas pun mengubah hasil evaluasi teknis sehingga PT Alfindo dinyatakan memenuhi syarat sebagai pelaksana proyek. Setelah PT Alfindo Nuratama dinyatakan sebagai pemenang lelang, Neneng bersama Nazaruddin, Marisi, dan Mindo, menemui Direktur Utama PT Sundaya Indonesia Rustini dan staf marketing perusahaan tersebut yang bernama M Arif. Dalam pertemuan itu, disepakati kalau PT Sundaya Indonesia akan menjadi pelaksana proyek PLTS (subkontraktor) dari pekerjaan PT Alfindo dengan nilai kontrak Rp 5,27 miliar lebih. Adapun selisih nilai kontrak ke PT Sundaya dengan nilai proyek PLTS inilah yang dianggap sebagai kerugian negara dalam kasus ini. Sementara Neneng seusai mendengarkan surat dakwaannya dibacakan membantah disebut sebagai Direktur Keuangan PT Anugerah Nusnatara. Menurut Neneng, dirinya hanyalah ibu rumah tangga biasa. Neneng dan tim pengacaranya pun akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan dalam persidangan selanjutnya.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Neneng dan Dugaan Korupsi PLTS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com