JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan terhadap Staf Pembukuan/Advicer PT Agis Electronik James Gunarjo. Majelis hakim menilai, James terbukti secara bersama-sama menyuap pegawai Direktorat Jenderal Pajak Tommy Hindratno terkait kepengurusan restitusi atau lebih bayar pajak PT Bhakti Investama Tbk (PT BHIT).
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Dharmawati Ningsih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (19/10/2012). "Mengadili, menyatakan terdakwa James Gunarjo terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer, Pasa 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," kata hakim Dharmawati.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai kalau James tidak sendirian dalam menyuap Tommy. Berdasarkan fakta hukum, James memberikan uang Rp 280 juta ke Tommy bersama-sama Komisaris Independen PT Bhakti Investama, Antonius Z Tonbeng.
Dalam kasus ini, Tommy sudah dijadikan tersangka dan segera disidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, sementara Antonius masih berstatus sebagai saksi. Peristiwa pemberian uang Rp 280 juta kepada Tommy ini berawal dari pertemuan antara James, Antonius, dan Tommy di Gedung MNC Tower, Kebon Sirih, Jakarta pada Januari 2011 dan Maret 2011.
Saat itu, PT Bhakti Investama tengah mengajukan pengajuan restitusi senilai Rp 3,4 miliar. "Pertemuan tersebut untuk membicarakan permohonan restitusi pajak PT Bhakti Investama," kata hakim. Kebetulan, James mengenal Tommy dan tahu bahwa rekannya itu bekerja sebagai pegawai negeri di Dirjen Pajak.
Menurut hakim, dalam pertemuan tersebut, James bersama-sama Antonius meminta kepada Tommy membantu agar pemeriksaan pajak tidak terlalu banyak mengoreksi pada biaya-biaya yang berdampak mengurangi nilai lebih bayar pajak (restitusi) PT BHIT. James kemudian menjanjikan akan memberi sesuatu kepada Tommy dengan berkata "Kalau berhasil, ada lah".
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Tommy menghubungi rekannya yang bertugas sebagai pemeriksa pajak PT BHIT dan terus menanyakan perkembangan pemeriksaan pajak perusahaan tersebut. Selanjutnya, pada 5 Juni 2012, terdakwa James menghubungi Antonius Tonbeng. Saat itu, Antonius menyampaikan kalau restitusi pajak senilai Rp 3,4 miliar sudah diterima PT BHIT. Dari nilai yang diterima itu, akan dikeluarkan Rp 340 juta sebagai imbalan untuk Tommy dan pegawai pajak lainnya.
Setelah menerima Rp 340 juta, James mengambil Rp 60 juta kemudian sisanya akan diserahkan kepada Tommy. Pada hari itu juga, James menghubungi Tommy yang tengah berangkat dari Surabaya menuju Jakarta untuk mengambil uang.
Keduanya pun bertemu di sebuah rumah makan Padang di kawasan Lapangan Ros, Tebet, Jakarta Selatan. Kepada James, Tommy meminta agar uang Rp 280 juta yang dibungkus dalam tas hitam bertuliskan Lenor itu diberikan kepada Hendy yang diketahui sebagai ayah Tommy.
Setelah uang berpindah ke tangan Tommy, penyidik KPK menangkap tangan keduanya. Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga menilai bahwa pembelaan pihak James yang mengatakan bahwa uang Rp 280 juta itu merupakan pembayaran utang kepada Tommy, tidak dapat diterima. "Telah terbukti kalau pemberian uang Rp 280 juta itu berkaitan dengan pajak PT Bhakti Investama," kata hakim Dharmawati. Atas putusan ini, James menyatakan pikir-pikir apakah akan mengajukan upaya banding atau tidak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.