Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Opsi Kelanjutan Revisi UU KPK

Kompas.com - 11/10/2012, 08:55 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akan segera membuat keputusan terkait kelanjutan perumusan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 30 Tahun 2002. Baleg menyiapkan dua opsi terkait revisi Undang-Undang KPK yang menuai protes keras dari publik itu.

"Pertama, menghentikan pembahasan perubahan rancangan Undang-Undang KPK itu dan mengusulkan agar dihapus dalam Prolegnas tahun 2012," ujar Ketua Baleg Ignatius Mulyono, Rabu (10/10/2012) malam, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Jika opsi ini yang dipilih, nantinya Baleg juga akan mengomunikasikannya ke pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM untuk mengetahui sikap pemerintah terkait kelanjutan revisi ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada Senin (8/10/2012) malam lalu, sempat mengutarakan bahwa revisi Undang-Undang KPK tidak tepat dilakukan saat ini.

Sementara itu, opsi kedua adalah tetap melanjutkan pembahasan UU KPK. Dengan catatan, menambahkan pasal atau ayat yang memperkuat KPK. Contohnya, kewenangan KPK untuk merekrut penyidik independen.

"Tentunya akan menghapus pasal ayat yang bernuansa pelemahan KPK," tambah Ignatius.

Dari dua opsi yang disiapkan Baleg itu, lanjut Ignatius, semuanya bergantung pada pandangan fraksi. Jika seluruh fraksi menolak melanjutkan pembahasan, revisi Undang-Undang KPK ini akan segera diminta untuk dicabut dari Prolegnas dalam sebuah rapat paripurna. Ignatius mengatakan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan setiap fraksi pada pekan depan.

"Menurut saya, minggu depan ini kita percepat, mungkin didiskusikan ke depan fraksi. Kalau nanti seumpama yang diambil alternatif kedua, kita akan mengundang beberapa pakar yang mempunyai kemampuan itu untuk kita dengar. Kira-kira apa untuk memperkuat KPK itu," ujar Ignatius.

Wacana revisi UU KPK memang menuai reaksi keras dari publik. Draf yang diajukan Komisi III DPR dikritik berbagai pihak lantaran bakal melemahkan KPK. Contohnya, keinginan Komisi III untuk menghilangkan kewenangan penuntutan di KPK serta membuat mekanisme penyadapan. Setelah mendapatkan kritik itu, sejumlah fraksi yang awalnya mendukung revisi undang-undang ini akhirnya menarik kembali sikapnya dengan menghentikan revisi undang-Undang KPK.

Fraksi-fraksi yang sudah menyatakan sikap menghentikan pembahasan revisi UU KPK adalah F-Partai Demokrat, F-Partai Keadilan Sejahtera, F-Partai Amanat Nasional, F-Partai Kebangkitan Bangsa, F-Partai Hanura, F-Gerindra, F-Partai Persatuan Pembangunan, dan yang terakhir Fraksi Partai Golkar. Sementara Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sejak awal menolak pembahasan itu. Pemerintah pun menolak adanya pembahasan revisi UU KPK.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik "Revisi UU KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com