JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan (PSPK) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Timas Ginting, dituntut hukuman penjara selama tiga tahun ditambah denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Dia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan dan supervisi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.
Tuntutan atas Timas ini dibacakan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (9/2/2012). "Terdakwa melakukan perbuatan korupsi dengan tujuan menguntungkan orang lain menggunakan kewenangan yang ada padanya," ujar jaksa penuntut umum, Guntur Ferry.
Jaksa menilai, Timas terbukti melanggar ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagaimana dakwaan kedua. Adapun hal yang memberatkan tuntutan, kata Guntur, perbuatan itu dilakukan Timas saat negara sedang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi.
Sementara hal yang meringankan tuntutan, Timas dinilai berterus terang, mengakui, dan menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum sebelumnya, serta memiliki tanggungan keluarga. Jaksa juga menilai, Timas tidak terbukti menikmati uang hasil tindak pidana korupsi sehingga dia tidak diharuskan membayar ganti rugi atas kerugian negara.
"Uangnya (Rp 77 juta dan 2.000 dollar AS) ternyata mengalir ke orang lain," ujar jaksa Malino Pranduk. Berdasarkan fakta persidangan yang terungkap, Timas selaku pejabat pembuat komitmen saat itu dianggap telah menyalahgunakan kewenangannya sehingga merugikan negara namun justru menguntungkan orang lain atau korporasi.
Akibat perbuatan Timas itu, Muhammad Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni diuntungkan senilai Rp 2,7 miliar dari proyek pengadaan PLTS senilai Rp 8,9 miliar tersebut. Keuntungan juga diperoleh Hardy Benry Simbolon sebesar Rp 5 juta dan 10.000 dollar AS, Sigid Mustofa Nurudin Rp 10 juta 1.000 dollar AS, Agus Suwahyono Rp 2,5 juta dan 3.500 dollar AS, Sunarko Rp 45,5 juta dan 3.500 dollar AS, Arifin Ahmad Rp 40 juta, Yultido Ichwan Rp 84,9 juta, Ratno Rp 2 juta, Adung Karnaen Rp 8,6 juta, dan Dini Siswandini menerima Rp 34,8 juta.
Pada Juni 2008, Timas melakukan intervensi terhadap Sigit Mustofa Nurudin selaku Ketua Panitia Pengadaan dengan memerintah Sigit menyamakan harga perkiraan sendiri (HPS) dengan pagu anggaran sebesar Rp 8,8 miliar. Tindakannya itu melanggar Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Kemudian Timas membantu pemenangan PT Alfindo Nuratama milik Arifin Ahmad dalam lelang proyek tersebut. Adapun PT Alfindo merupakan perusahaan yang dipinjam benderanya oleh Marisi Martondang dan digunakan Mindo Rosalina Manulang atas sepengetahuan Nazaruddin dan Neneng. Pemenangan PT Alfindo dilakukan dengan mengubah spesifikasi angka komponen pengujian teknis agar produk solar modul yang ditawarkan PT Alfindo agar memenuhi persyaratan teknis.
Timas juga memerintahkan Sigit dan Sudaryono agar memilih PT Alfindo sebagai pemenang lelang. Setelah perusahaan itu ditetapkan sebagai pemenang lelang dan mendapatkan pembayaran tahap pertama, PT Alfindo menyubkontrakan pengerjaan proyek ke PT Sundaya Indonesia dengan nilai kontrak Rp 5,29 miliar. Sementara pembayaran yang diterima PT Alfindo dari memenangkan proyek PLTS mencapai lebih dari Rp 8 miliar.
Selisih nilai proyek dengan nilai penyubkontrakan ke PT Sundaya senilai Rp 2,7 miliar itu kemudian dianggap sebagai kerugian negara dalam kasus ini. Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Neneng sebagai tersangka. Selain itu, Timas dinilai terbukti korupsi dalam proses pengawasan proyek PLTS.
Mulanya, Timas memperkenalkan Yultido Ichwan selaku penanggung jawab kegiatan kepada Dini Siswandini dari PT Qorina Konsultan Indonesia. Kemudian Timas memperintahkan Panitia menunjuk PT Qorina sebagai pemenang pekerjaan pengawasan pengadaan dan pemasangan PLTS.
Menggapi tuntutan jaksa ini, Timas enggan berkomentar. "Saya akan sampaikan pembelaan," ujarnya singkat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.