Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panda Minta 271 Halaman Dibacakan

Kompas.com - 08/06/2011, 18:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap politisi PDI-Perjuangan yang menjadi terdakwa kasus dugaan suap cek perjalanan Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, Panda Nababan, Engelina Pattiasina, M Iqbal, dan Budiningsih, yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (8/6/2011), diwarnai keberatan dari pihak Panda. Begitu majelis hakim yang diketuai Eka Budi mengetuk palu menandai dimulainya sidang, Panda langsung melayangkan kritik atas kinerja tim jaksa penuntut umum.

"Kami minta ketegasan jaksa. Apakah jaksa ini tidak menghadirkan saksi lain yang mengatakan Panda menerima? Sampai sidang (pemeriksaan saksi) berakhir, tidak ada." kata Panda.

Ia meminta agar jaksa menghadirkan sejumlah saksi yang disebutkan dalam berita acara pemeriksaan, namun belum didengar kesaksiannya di persidangan. Mereka adalah Hamka Yandhu (politisi Partai Golkar yang telah divonis dalam kasus ini), Sumarni (Sekretaris Nunun Nurbaeti), dan Santoso HM (staf sekretariat fraksi PDI-P).

Kuasa hukum Panda, yakni Juniver Girsang, menambahkan, pihaknya menilai bahwa keterangan saksi-saksi tersebut merupakan fakta penting.

Menanggapi permintaan pihak Panda, majelis hakim meminta jawaban dari tim JPU. Ketua tim JPU, M Rum, menjawab, jaksa merasa tidak perlu menghadirkan saksi-saksi tersebut. "Hamka sudah kami panggil, ada surat keterangan yang bersangkutan sakit. Sumarni sudah didengarkan di persidangan Agus Tjondro, hanya mengatakan mencarikan 1 miliar masuk ke rekening Nunun, Santoso tidak terkait langsung arus keuangan," katanya.

Kendati demikian, pihak Panda tetap bersikukuh agar saksi-saksi itu dihadirkan. Juniver meminta majelis hakim memerintahkan jaksa menghadirkan saksi-saksi tersebut dan menunda pembacaan tuntutan. Majelis hakim kemudian menskors sidang selama lima menit untuk berembuk.

Lima menit kemudian, majelis hakim membuka kembali persidangan dan memutuskan menolak permintaan pihak Panda. Sidang pembacaan tuntutan kemudian dilanjutkan. Di awal pembacaan berkas tuntutan, M Rum meminta izin agar JPU hanya membacakan poin analisis yuridis demi mempersingkat jalannya sidang. Namun, lagi-lagi pihak Panda menolak usulan JPU itu.

"Saya ingin semua keterangan saksi dibacakan biar lebih jelas," katanya.

Menanggapi permintaan Panda, majelis hakim menanyakan pendapat tiga terdakwa lainnya yang didakwa bersama Panda, yakni Engelina, Budiningsih, dan M Iqbal. Namun, seolah "mengekor" Panda, ketiganya juga meminta jaksa membacakan keseluruhan berkas dakwaan. Dengan begitu, mau tak mau JPU membaca semua berkas tuntutan yang tebalnya mencapai 271 halaman itu. Selang satu setengah jam kemudian, majelis hakim menghentikan sidang. Eka Budi bertanya, berapa halaman lagi yang masih harus dibacakan jaksa. Kemudian dijawab M Rum, "Terakhir halaman 271, sekarang halaman 45," katanya.

Banyaknya halaman yang masih tersisa, membuat majelis hakim memutuskan untuk menghentikan sidang sementara untuk istirahat. Bahkan, majelis hakim mengubah urutan persidangan Panda. Sidang tuntutan Panda, yang semula dijadwalkan lebih dulu dari tiga sidang pembacaan tuntutan terdakwa kasus cek perjalanan lainnya, diubah menjadi urutan terakhir.

"Kami menghormati hak terdakwa-terdakwa lainnya yang sudah menunggu," kata Eka Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Nasional
    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

    Nasional
    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

    Nasional
    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com