Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Dilematis Beritakan Terorisme

Kompas.com - 04/06/2011, 16:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Media massa mengalami hal yang dilematis ketika melakukan pemberitaan mengenai terorisme. Di satu sisi, media ingin melakukan pemberitaan serealis dan sefaktual mungkin. Namun di sisi lain, pemberitaan yang realis dapat menimbulkan komplikasi baru.

Hal tersebut disampaikan anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, dalam diskusi "Bagaimana Wajah Terorisme di Media," yang diselenggarakan oleh Alwari dan Sejuk (Serikat Jurnalis untuk Keberagaman) di Jakarta, Sabtu (4/6/2011).

Agus mencontohkan pemberitaan mengenai kejadian teror di Hotel Taj Mahal, Mumbai, India, pada tahun 2008. Pada kejadian tersebut, lanjut dia, ada sejumlah teroris yang tidak sempat melarikan diri dari dalam hotel setelah pengeboman terjadi.

Pada peristiwa tersebut, sejumlah televisi pun melakukan siaran langsung. Mereka tetap melakukan siaran sekalipun pihak yang berwajib telah melarangnya. Dengan alasan, lanjut dia, siaran merupakan hak publik, di mana masyarakat harus mengetahui peristiwa tersebut.

Sangat disayangkan, gerakan pasukan antiteror justru dapat diketahui para teroris yang bersembunyi di dalam hotel melalui tayangan siaran langsung sejumlah media tersebut. Alhasil, belasan aparat keamanan tersebut tewas.

"Ini kan dilematis. Bahwa iya, buat media itu mempunyai fungsi untuk menyampaikan apa yang terjadi. Tapi tanpa kehatian-hatian, tanpa mempertimbangkan dampak tayangan live, televisi justru memfasilitasi teroris untuk melakukan penyerangan yang lebih mematikan," sebutnya.

Akhirnya, Dewan Pers India pun membuat kode etik bagaimana media, khususnya televisi, menyiarkan peristiwa terorisme.

"Value-nya adalah bahwa prinsip-prinsip (dan) teknik-teknik jurnalisme yang dalam kondisi normal itu silakan digunakan secara bebas. Dalam kondisi-kondisi yang darurat dan spesifik, sebaiknya dipertimbangkan lagi," ucapnya.

Jadi, lanjut dia, harus ada pembedaan jurnalisme dalam kondisi normal dan spesifik. "Harus mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar," sebutnya.

Terhadap peristiwa tersebut, ia berpendapat, nyawa petugas jauh lebih berharga dibandingkan tayangan eksklusif sebuah media.

Kasus tersebut merupakan salah satu dari kasus-kasus lainnya yang serupa. Ia pun menyebutkan tayang live ini bisa menginsipirasi orang untuk melakukan hal yang sama dari tayangan tersebut.

"Aspek-aspek dampak ini yang masih sangat sering dikesampingkan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Nasional
    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com