Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBHI Desak KPK Usut Vonis Bebas Agusrin

Kompas.com - 03/06/2011, 16:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Aliansi Masyarakat Berantas Koruptor yang terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan Perkumpulan Kantor Bantuan Hukum Bengkulu (PKBHB) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya terpaku dalam pengusutan dugaan suap dalam kasus pailit perusahaan PT SCI yang melibatkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin. Ketua PBHI Hendrik D Sirait mengatakan, sebaiknya KPK juga mengusut tuntas sejumlah perkara yang ditangani oleh hakim Syarifuddin.

"Kami mengapresiasi langkah KPK yang berhasil menangkap tangan transaksi dugaan suap dalam kasus PT SCI kemarin. Tetapi, KPK juga harus mengusut tuntas dugaan suap lainnya, termasuk dugaan praktik suap di balik vonis bebas perkara Gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin Najamudin," ujar Hendrik dalam jumpa pers di Kantor PBHI, Jakarta, Jumat (3/6/2011).

Hendrik mengungkapkan, kejanggalan dalam putusan hakim Syarifuddin terhadap Agusrin terendus oleh sejumlah elemen masyarakat Bengkulu beberapa bulan sebelum putusan bebas dikeluarkan pada 24 Mei 2011 di Pengadilan Negeri Pusat. Salah satunya, Syarifuddin dinilai selalu mencecar dan memojokkan sejumlah saksi yang memberatkan Agusrin.

"Sebaliknya, dia (Syarifuddin) memberikan kesempatan yang begitu besar kepada saksi-saksi yang meringankan untuk membela Agusrin," jelasnya.

Atas sejumlah keganjilan tersebut, tambah Hendrik, pihaknya sudah mengadukan perilaku hakim Syarifuddin ke Komisi Yudisial pada 23 Maret 2011. Saat itu, lanjutnya, KY berjanji akan menurunkan tim untuk memantau persidangan. "Tetapi, kita belum tahu sampai saat ini bagaimana tindak lanjut KY dalam kasus itu," tambahnya.

Oleh karena itu, Hendrik mengharapkan, KPK dapat segera mengusut tuntas kasus dugaan suap lainnya yang diduga melibatkan hakim Syarifuddin. Untuk mempermudah dan melegitimasi pengusutan tersebut, lanjutnya, KPK sebaiknya bekerja sama dengan KY. "Pelibatan KY menjadi mendesak, mengingat saat ini lembaga pengawasan hakim itu tengah memeriksa dan menyelidiki kejanggalan sejumlah kasus yang ditangani Syarifuddin, termasuk kejanggalan putusan vonis bebas Agusrin Najamudin," pungkasnya.

Hakim Syarifuddin saat ini dijerat dalam kasus dugaan suap dalam perkara pailit PT SCI. Ia ditangkap KPK kediamannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara, pada Rabu (1/6/2011) malam. Selain hakim Syarifuddin, KPK juga menangkap seorang kurator berinisial Puguh Wirayan, yang diduga memberikan suap terkait perkara kepailitan PT SCI untuk pengalihan aset. Dalam penangkapan tersebut, KPK mengamankan sejumlah uang rupiah dan mata uang asing yang dilansir totalnya mencapai lebih dari Rp 2 miliar. Status keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka. Syarifuddin saat ini ditahan di Rutan Cipinang. Dia dijerat dengan Pasal 12 a/b/c dan atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah UU No 20 Tahun 2001. Adapun Puguh ditahan di Rutan Tahanan Polda Metro Jaya. Ia dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1a dan atau Pasal 5 Ayat 1 a/b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com