Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mega: Jangan Pisahkan Pancasila dan Soekarno

Kompas.com - 01/06/2011, 12:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Seokarnoputri meminta pemahaman tentang Pancasila dalam masa kini tidak dipisahkan dari alur dan kerangka pemikiran Presiden pertama Indonesia, Soekarno (Bung Karno), yang menggagas lahirnya Pancasila. Menurut Mega, pemikiran ini lahir dari suatu gagasan akan bangsa yang merdeka dan kehendak manusia untuk merdeka.

"Berbicara tentang Pancasila, tidak bisa tidak kita mesti bicara tentang Bung Karno. Bukan karena beliau Bapak saya, tetapi justru sebagai penggali Pancasila dan proklamator bangsa. Karena itulah, dengan penuh segala kerendahan hati, saya ingin mengajak warga bangsa, terutama pemimpin bangsa untuk mengontemplasikan rentang panjang benang merah alur pikiran Bung Karno melalui suatu perjuangan sejak muda, termasuk ketika berada di penjara dan di pengasingan," ungkapnya, ketika menyampaikan pidato kebangsaan dalam Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 atau hari lahirnya Pancasila di Gedung MPR, Jakarta, Rabu (1/6/2011).

Putri kandung Bung Karno ini pun menuturkan histori perjalanan Bung Karno di era kemerdekaan Indonesia. Dalam status tahanan politik yang dibuang dari satu daerah ke daerah lain, Mega menuturkan, pemikiran Bung Karno akan Pancasila dan Indonesia tak pernah berhenti. Ia menekankan poin ini karena dia melihat ada kecenderungan meminggirkan Bung Karno dari pemahaman tentang Pancasila.

"Menarik benang merah itu sangatlah penting, dan merupakan keharusan bahwa Pancasila tak bisa dilepaskan dari kesejarahan Bung Karno. Penegasan ini diperlukan untuk menghindarkan bangsa ini dari cara berpikir instan dan seolah-olah mengandalkan Pancasila sebagai produk sekali jadi yang steril dari dialektika sejarah panjang bangsa Indonesia. Ini juga untuk menghindarkan pimpinan bangsa yang menempatkan beliau (Bung Karno) dari sudut gelap dan abu-abu dari bangsa ini sehingga membuat sosok Bung Karno sebagai sosok asing di tengah bangsanya sendiri," tambahnya.

Mega menegaskan, diterimanya Pancasila dalam sidang BPUPKI menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila tersebut berakar dalam pribadi Bung Karno dan keluar dari jiwanya secara spontan. Bung Karno, lanjutnya, menjadikan Pancasila tak hanya sebagai konsep filosofis, tetapi sebagai konsep etis dalam kehidupan sehari-hari.

"Contoh pesan etis terlihat jelas dalam suatu contoh dalam pelantikan menteri agama pada 2 Maret 1962, Bung Karno memberikan wejangan kepada menteri agama baru pada saat itu. Kutipannya, saudara bukan saja tokoh masyarakat Islam, tapi saudara adalah pula tokoh dari bangsa Indonesia seluruhnya. Pesan etis ini menjadi sangat penting guna mengakhiri dikotomi Islam di negeri ini," tuturnya.

Mega berharap, implementasi Pancasila bisa nyata dalam memenuhi kebutuhan rakyat, seperti mencukupi kebutuhan pangan, energi, dan kesejahteraan rakyat. Rakyat harus berdaulat. "Karena itulah, melalui peringatan Pancasila ini, bukan terletak pada seremoni belaka, tapi pada hikmah dan manfaat bagi bangsa ke depan untuk menghadapi tantangan zaman yang kian hari makin kompleks," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

    Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

    Nasional
    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Nasional
    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Nasional
    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Nasional
    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Nasional
    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Nasional
    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Nasional
    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Nasional
    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com