Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Segera Selesaikan Kasus Mei 1998

Kompas.com - 12/05/2011, 17:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak Kejaksaan Agung menindaklanjuti hasil penyelidikan pihaknya terkait pelanggaran HAM berat Mei 1998.

Beberapa di antaranya adalah kasus penculikan aktivis-aktivis yang bahkan sudah terjadi sejak 1997, tertembaknya mahasiswa Trisakti pada demo Sidang Umum MPR 1998, peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, serta peristiwa kekerasan HAM lainnya menjelang pergantian kepemimpinan nasional 21 Mei 1998.

Menurut Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim di Jakarta, Kamis (12/5/2011), pihaknya telah menyerahkan laporan penyelidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005 kepada Kejaksaan Agung. Namun, selama enam tahun itu, baik korban maupun keluarga korban tidak mendapatkan titik terang penyelesaian kasus itu.

"Kami ingin ingatkan kembali tanggung jawab pemerintah atas kasus ini. Sudah enam tahun itu diajukan dan sudah 13 tahun juga para korban dan keluarga menunggu. Enam tahun bukan berarti tidak ada komunikasi Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Kemandekan kasus ini sudah pernah difasilitasi oleh Komisi III DPR antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, tapi fasilitas dialog, tidak menghasilkan satu kemajuan yang berarti," tutur Ifdal Khasim di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.

Ifdal menyebutkan, Kejaksaan Agung selalu beralasan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM itu tidak bisa dilakukan tanpa melalui pengadilan HAM ad hoc.

"Menurut Jaksa Agung, untuk penyidikan diperlukan langkah hukum, menahan dan menyita, harus meminta pada pengadilan. Kalau pengadilan HAM belum terbentuk, di mana persetujuan langkah-langkah tersebut? Komnas HAM berpendapat berbeda dalam melakukan penyelidikan tidak perlu pengadilan ad hoc terlebih dahulu," katanya.

Padahal, lanjutnya, terkait perdebatan pengadilan HAM ad hoc pada kasus Mei 1998 sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2008. Mahkamah Konstitusi menyatakan, Kejaksaan Agung tidak perlu menunggu pengadilan tersebut. Dasar untuk menindak pelaku pelanggaran HAM berat bisa diambil baik dari hasil penyelidikan Komnas HAM maupun dari Kejaksaan Agung sendiri.

"Ini (kasus Mei 1998) kembali belum terselesaikan karena Kejaksaan Agung menyatakan keputusan Mahkamah Konstitusi itu harus dimasukkan dalam undang-undang. Keputusan Mahkamah Konstitusi sudah seperti undang-undang, kan harusnya dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah. Harusnya langkah-langkah konkret ini sudah dilaksanakan Jaksa Agung," ucap Ifdal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com