JAKARTA, KOMPAS.com — Demi kebaikan bangsa di masa mendatang, ketentuan yang mengatur tempat beribadah atau Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 dan Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat bisa saja direvisi.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto saat ditanya pers seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Kamis (16/9/2010) siang.
"Bisa saja direvisi. Namanya saja kesepakatan bersama. Undang-Undang Dasar (UUD) saja bisa direvisi. Akan tetapi, bukan dicabut sebab di mana pun ketentuan seperti itu," tandas Djoko.
Menurut Djoko, revisi diperlukan karena untuk melihat apakah ketentuan SKB tersebut cocok untuk kondisi sekarang. "Jadi, harus dilihat sejarahnya dulu seperti apa," lanjutnya.
SKB Dua Menteri, tambah Djoko, dibuat agar tidak terjadi selisih paham di antara umat beragama sehingga diatur sedemikian rupa. "Latar belakang ketentuan SKB itu jangan diartikan macam-macam. Jadi, tidak ada SKB itu membelenggu, apalagi mencederai kebebasan beribadah. Tidak, tidak ada. Kebebasan tetap ada aturan dan batasnya," ungkapnya.
Ditanya apakah sudah ada pembicaraan dari pemerintah terkait revisi ketentuan SKB tersebut, Djoko menyatakan belum ada.
Masalah SKB Dua Menteri menteri muncul ke masyarakat setelah ada larangan beribadah bagi jemaat HKBP di Bekasi yang akhirnya berbuntut pada penusukan penatua Gereja HKBP yang akan beribadah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.