Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reformasi Birokrasi yang Masih Buram

Kompas.com - 21/12/2009, 06:30 WIB

Tri Agung Kristanto

KOMPAS.com - Jeremy Bentham, filsuf kelahiran Inggris, lebih dari 250 tahun lalu mengingatkan, berbagai macam penyelewengan sangat mungkin terjadi pada lembaga yang tak terbuka. Hanya dengan keterbukaan, publikasi yang proporsional, termasuk di lembaga peradilan, pengawasan dan keadilan itu bisa terwujud.

Kesadaran tentang pentingnya akuntabilitas dan transparansi kepada publik itu, terutama dari pemerintah, sebenarnya sudah muncul sejak gerakan reformasi bisa mengganti pemerintahan Orde Baru yang cenderung tidak terbuka dan tanpa pertanggungjawaban yang memadai. Kesadaran inilah yang kemudian ”diterjemahkan” pemerintah menjadi program reformasi birokrasi.

Sosiolog Meuthia Ganie-Rochman, dalam tulisannya di harian ini, menyatakan, sebagian besar ahli dan praktisi pembangunan Indonesia tampaknya sepakat, reformasi birokrasi merupakan hal pokok untuk memperbaiki kesejahteraan (Kompas, 6/8). Masalahnya, bagaimana menghasilkan birokrasi yang kompeten untuk pertumbuhan ekonomi dan pelayanan kepada publik. Reformasi birokrasi tak hanya mencari sistem yang efisien, tetapi juga harus memerhatikan ketersediaan sumber daya untuk memenuhinya.

Transparansi dan akuntabilitas, seperti diingatkan Bentham, adalah kata kunci. Namun, sepanjang satu dasawarsa ini, harus diakui, hampir tidak terlihat perubahan nyata terkait perbaikan birokrasi di negeri ini.

Ada lima sasaran reformasi birokrasi yang ingin diwujudkan pemerintah, yakni birokrasi yang bersih, birokrasi yang efisien dan hemat, birokrasi yang transparan, birokrasi yang melayani, serta birokrasi yang terdesentralisasi. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dengan titik berat pada kabupaten/kota yang digulirkan sejak tahun 1999, rasanya baru birokrasi yang terdesentralisasi yang jelas terlihat.

Itu pun diwarnai dengan meningkatnya perkara korupsi yang terungkap di daerah, yang dicerminkan dengan kian banyaknya birokrat dan kepala daerah yang diadili karena terlibat korupsi. Belum lagi, pelayanan birokrasi kepada publik masih dikeluhkan, selain mahal, juga standardisasinya yang masih belum jelas.

Birokrasi di negeri ini memang tidak ramping. Mungkin karena itu, pemerintah menjalankan reformasi birokrasi melalui ”proyek percontohan”, yang pada awal dilakukan di Departemen Keuangan, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Pada tahun-tahun berikutnya diikuti dengan instansi lain. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan pada tahun 2011 untuk keseluruhan kementerian dan lembaga negara (Kompas, 20/8).

Namun, seperti diingatkan Zainal Arifin Mochtar dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam diskusi di Komisi Yudisial, Jakarta, pekan lalu, pemberantasan korupsi, sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang digulirkan pemerintah, tak cukup dilakukan dengan perbaikan remunerasi penyelenggara negara. Namun, selama ini persoalan kenaikan gaji dan kesejahteraan birokratlah yang lebih menonjol dipahami masyarakat dalam gerakan reformasi birokrasi ini.

Guru besar ilmu administrasi publik Universitas Gadjah Mada, Miftah Thoha, pun mengakui, kenaikan gaji memang dibutuhkan semua pegawai. Namun, penekanan pada kenaikan kesejahteraan pegawai dan pemberian reward and punishment saja menjadikan reformasi birokrasi tidak komplet (Kompas, 2/7).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com