Oleh: M Jusuf Kalla*
KOMPAS.com - Kalimat seperti itu sering saya baca saat membaca komentar di situs Detik.com, Kompasiana, dan beberapa situs online lainnya, ketika sedang liburan di Eropa. Terus terang sedih membaca yang seperti itu. Dan sedih karena saya juga dalam kondisi yang tidak bisa berbuat banyak untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini.
Kalau saya masih duduk di pemerintahan bisa saja hal tersebut bisa ditangani dalam waktu cepat. Mulai dari kasus penegakan hukum dan sampai yang betul-betul banyak dikeluhkan masyarakat adalah krisis listrik.
Persoalan listrik ini memang sangat vital. Karena dia tidak memiliki subtitusi. Begitu listrik padam, maka semuanya macet. Beda halnya dengan infrastruktur jalan, kalau Anda mau ke Bandung dan tol Cipularang rusak, maka anda masih bisa mencari jalur alternatif lainnya misalnya lewat Puncak, meski agak sedikit memutar.
Tapi kalau sudah listrik yang padam, Anda mau bikin apa? Tidak bisa nyalakan televisi, tidak bisa jalankan mesin, malam tidak bisa tidur karena kepanasan, tidak bisa nyalakan kipas angin atau AC.
Bagi Anda yang tinggal di Pulau Jawa mungkin kurang merasakannya, tapi yang di luar Jawa listrik padam itu seperti rutinitas minum obat, 3 kali sehari. Cuman katanya mulai agak jarang ketika saya berada di Makassar, kata beberapa teman-teman wartawan, "Nanti tunggu kalau Bapak balik ke Jakarta, listrik akan kembali sering padam seperti semula."
Persoalan krisis listrik ini, kita pernah alami 3 tahun yang lalu di Pulau Jawa, waktu itu beberapa pembangkit yang sedang kita bangun memang belum jadi. Tapi toh itu semua bisa kita atasi dengan melakukan re-schedule jam kerja industri. Jadi indsutri kita suruh bekerja bergiliran, jadi kalau rata-rata orang libur pada hari minggu, maka itu semua saya balik.
Ada yang libur pada hari Senin, hari Selasa, Rabu, Kamis dan seterusnya. Waktu itu memang banyak yang protes dengan alasan yang macam-macam. Tapi saya tetap tegas dan tidak peduli, cuman ada dua pilihan, ”Mau kerja bergiliran atau tidak bisa kerja karena listrik Padam?”
Tapi entah kenapa hal seperti ini tidak ada lagi yang berani lakukan. Padahal yang namanya Pemerintah dia memang harus memerintah, bukan mengimbau. Kalau hanya sekadar mengimbau maka ganti saja namanya, bukan lagi "PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA" tapi menjadi "PENGIMBAU REPUBLIK INDONESIA".
Nah, kembali ke persoalan listrik, persoalan listik ini memang sudah diramalkan sejak tahun 2005. Bagaimana tidak, ekonomi sedang tumbuh maka otomatis permintaan akan energi listrik semakin meningkat, yang dulunya orang belum kenal mesin cuci, maka sekarang mulai mengenal mesin cuci, orang yang dulunya cukup hanya dengan kipas Angin maka sekarang mulai memakai AC.