JAKARTA, KOMPAS.com - Saat akan meninggalkan kantor Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Anggodo tak mau banyak bicara. ”Saya mau ke dokter karena kurang sehat. Saya lelah sama kalian,” kata Anggodo di tengah desakan wartawan. Nama Anggodo muncul karena ia yang melakukan percakapan dengan sejumlah kalangan disadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan diperdengarkan pada sidang di Mahkamah Konstitusi. Dengan kawalan polisi, Anggodo masuk ke mobil Toyota Camry warna perak lalu meninggalkan Mabes Polri. Bonaran Situmeang, kuasa hukum Anggodo, yang keluar beberapa menit kemudian, mengakui kliennya kelelahan setelah sejak Rabu lalu terus-menerus menjalani pemeriksaan di Mabes Polri dan Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas Kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah (Tim Delapan). ”Ia kelelahan dan mengidap (penyakit) jantung,” ucap Bonaran. Ia mengatakan kliennya berstatus saksi sehingga tak memerlukan izin polisi untuk periksa ke rumah sakit. Anggodo dikawal polisi karena berstatus dalam perlindungan. Menurut Bonaran, demi keamanannya, Anggodo memilih menginap di Bareskrim Polri sejak Kamis. Ia menjamin Anggodo siap diperiksa kapan pun dan tidak lari ke luar negeri. Pemeriksaan terhadap Anggodo di Mabes Polri, Jumat, terkait laporannya mengenai dugaan penyadapan tidak sah yang dilakukan KPK terhadap dia. ”Penyadapan telepon klien saya itu tak sah. Klien saya waktu itu tidak berstatus dalam penyidikan KPK,” ujar Bonaran. Pada kesempatan itu, Bonaran meminta Adnan Buyung Nasution mundur dari Tim Delapan. Sebab, ia sebelumnya mengonsultasikan kasus Anggodo itu kepada Adnan Buyung. Secara terpisah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, T Gayus Lumbuun, minta Polri menahan Anggodo untuk penyidikan. Penahanan itu tidak harus di rumah tahanan, tetapi juga bisa di rumah atau sebagai tahanan kota. ”Penahanan sementara itu perlu dilakukan. Dasarnya ada bukti awal berupa rekaman yang menunjukkan peran Anggodo,” kata Gayus. Chairul Huda, ahli hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, berpendapat, untuk menahan Anggodo harus ada bukti yuridis teknis dulu. Penyidik harus bisa memastikan orang yang disebut dalam percakapan dengan Anggodo benar orang yang dimaksud.