JAKARTA, KOMPAS.com - Semua mitra koalisi parpol seharusnya bersikap santun dan bukannya saling menyerang. Jika tidak, dikhawatirkan akan mengakibatkan demoralisasi sesama mitra koalisi dan menguntungkan kompetitor.
“Hal-hal seperti ini (red:saling menyerang) tidak boleh terjadi. Kita harus bisa saling menjaga dan menghormati,” ujar Wakil Sekjen PKB, M Hanif Dhakiri di Jakarta, Kamis (25/6).
Pernyataan Hanif tersebut dikeluarkan menanggapi pernyataan Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Sidik, yang menyatakan tidak setuju dengan sikap Boediono karena memisahkan negara dengan agama.
Sebelumnya, Mahfudz berharap pernyataan yang dilontarkan Boediono dalam debat Cawapres tersebut hanya mencerminkan pendapat pribadi dan tidak langsung diimplementasikan dalam pembuatan kebijakan. Karena, dalam kontrak politik yang ada, setiap kebijakan yang dikeluarkan harus didiskusikan terlebih dahulu.
“PKS sebagai mitra koalisi, seharusnya bisa lebih memahami. Meminjam istilah orang jawa nek ono rembug yo dirembug (kalo ada masalah ya dibahas sama-sama). Bukan diekspos ke publik,” ujar Hanif.
Hanif menilai, pernyataan yang diberikan Boediono mengenai hubungan agama dan negara dalam debat Cawapres sudah tepat. Sebab, memang sudah seharusnya agama diletakkan jauh diatas politik praktis.
“Nilai-nilai agama lah yang harus menundukkan politik praktis dan proses-proses politik kenegaraan. Dengan demikian agama akan menjadi landasan etik bagi proses berbangsa dan bernegara,” katanya.
Memisahkan agama dan negara, menurut Hanif tidak lain adalah menjadikan agama sebagai landasan etik dalam kehidupan bernegara. Tidak seperti sekularisme di barat yang cenderung menegasi agama. Tapi juga bukan simbolisasi atau normalisasi agama yang justru bisa mendangkalkan agama dan mencederai kebangsaan kita yang plural dan berketuhan yang maha esa.
“Jadi, tidak perlu berlebihan dalam menafsir pernyataan Pak Boediono soal hubungan negara dan agama. Toh, bagi bangsa ini sudah jelas bahwa kita hendak mengokohkan pemerintahan demokrasi dimana nilai-nilai luhur agama menjadi landasan etisnya. Bukan teokrasi (Negara agama) dan juga bukan sekularisme ala barat yang menegasi peran agama,” papar Hanif.
Hanif juga mengkritik black campaign dengan menggunakan agama. Menurutnya, simbol-simbol agama tidak perlu dibawa ke ranah politik. Sebab, akan merusak dan berpotensi memecah belah umat.
“Khawatir kalah itu lumrah dalam kompetisi, tapi tidak boleh gelap mata dan hati. Para politisi dan pemimpin harus ikut mendidik kedewasaan politik masyarakat dengan memberi teladan yang baik,” tegas Hanif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.