Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Jangan Berpihak kepada Salah Satu Capres/Cawapres

Kompas.com - 24/06/2009, 19:51 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com — Media massa, baik cetak maupun elektronik, seharusnya tidak berpihak terhadap salah satu calon presiden dan calon wakil presiden. Hal ini untuk menjaga keutuhan proses demokrasi dan obyektivitas pemberitaan menjelang pemilu presiden 8 Juli mendatang.

Hal itu dikatakan pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Triyono Lukmantoro dalam seminar bertema "Mengawal Pilpres yang Jujur dan Tidak Manipulatif" di kampus Universitas Diponegoro Pleburan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (24/6).

"Masyarakat berpikir berita yang mereka konsumsi dari media massa merupakan fakta. Padahal, misalnya, berita tersebut ternyata berpihak kepada salah satu calon. Hal ini tentu akan memengaruhi publik," ucap Triyono.

Menurut Triyono, media massa semestinya memberitakan ketiga calon presiden yang akan bertarung dalam pilpres mendatang dengan porsi berimbang. Jejak rekam setiap calon diinformasikan kepada masyarakat tanpa ada tendensi apa pun.

"Berita yang disajikan tidak hanya dari segi prestasi capres dan cawapres yang bersangkutan, tetapi juga kegagalan yang pernah mereka perbuat. Ini agar masyarakat dapat menentukan pilihan terbaik," ujarnya.

Keberpihakan media massa, yang disebut Triyono sebagai Sindrom Berlusconi, telah menyalahi proses demokrasi karena digunakan untuk kepentingan pemodal.

Untuk menjaga pilpres tidak manipulatif, pengamat politik dari Undip, Susilo Utomo, mengakui, dua badan penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, memiliki peran penentu. Keberhasilan pemilu agar berlangsung jujur dan adil berada di tangan kedua lembaga tersebut.

Namun, dua badan tersebut tidak berfungsi optimal. Susilo menilai, hal ini karena rendahnya kompetensi KPU sehingga muncul berbagai masalah seperti karut-marutnya daftar pemilih tetap dan rusaknya surat suara.

"Adapun Bawaslu belum memiliki fungsi yang optimal karena tidak dapat memproses pelanggaran pemilu hingga tuntas. Hal dapat berakibat pada delegitimasi terhadap hasil pemilu. Hal ini seperti yang terjadi pada pemilu di Iran," kata Susilo.

Susilo menambahkan, debat capres dan cawapres perlu dilaksanakan lebih sering karena merupakan ajang untuk menampilkan profil mereka secara keseluruhan kepada publik. "Dengan acara ini, masyarakat dapat mengetahui secara lebih jauh calon yang akan mereka pilih," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com