Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Airlangga Tak Terima Surat untuk Jadi Saksi Meringankan Kasus SYL

Kompas.com - 10/06/2024, 10:17 WIB
Irfan Kamil,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Haryo Limanseto mengungkapkan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tidak menerima surat apapun dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Hal ini disampaikan Haryo menanggapi adanya pemberitaan yang menyebutkan bahwa Airlangga diminta SYL untuk menjadi saksi meringankan dalam perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

“Kami tidak menerima surat apapun jadi kami tidak ada komentar,” kata Haryo, Senin (10/6/2024).

Haryo menjelaskan, Airlangga sejak tiga hari yang lalu menghadiri meeting Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) di Singapura.

Baca juga: SYL Hadirkan ASN Pempov Sulsel dan Kader Nasdem Jadi Saksi Meringankan

Saat ini, ketua umum Partai Golkar itu tengah bertolak ke Rusia untuk melaksanakan pertemuan bilateral.

“Sekarang posisi dalam perjalanan ke Rusia untuk rapat lagi bilateral dengan ekonomi juga,” kata Haryo.

Diberitakan sebelumnya, pihak SYL meminta Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk menjadi saksi meringankan bagi SYL.

Menurut kuasa hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen, tokoh-tokoh tersebut mengenal SYL karena politikus Partai nasdem itu mantan pembantu presiden.

Djamaluddin mengeklaim, ketika SYL menjabat Menteri Pertanian, kliennya juga pernah memberikan kontribusi Rp 2.200 triliun setiap tahun kepada negara.

Baca juga: Jokowi-JK Menolak Jadi Saksi Meringankan SYL

 

“Itu juga kita minta klarifikasi terus juga mengonfirmasi kepada Bapak Presiden bahwa apakah apa yang disampaikan beliau di persidangan benar atau tidak,” kata Djamaluddin.

Djamaluddin mengaku pihaknya juga menyiapkan saksi meringankan lainnya karena tokoh-tokoh tersebut merupakan pejabat tinggi negara.

Kendati demikian, tim kuasa hukum tetap berharap Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan turun tangan memberi klarifikasi kepada publik.

“Entah itu menyalahkan atau membenarkan atau meluruskan tetapi saya kira itulah pertanggungjawaban moral sebagai kepala negara sebenarnya yang kita harapkan,” kata Djamaluddin.

Baca juga: SYL Minta Presiden Jokowi, Wapres, dan JK Jadi Saksi Meringankan Kasusnya

 

Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Pemerasan ini disebut dilakukan SYL dengan memerintahkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid; dan ajudannya, Panji Harjanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

Nasional
Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com