Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hafizh Nabiyyin
Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet

Lulusan Hubungan International Universitas Potensi Utama Medan

Menyoal Dewan Media Sosial

Kompas.com - 29/05/2024, 10:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENTERI Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi mengaku kementeriannya sedang mempersiapkan dewan media sosial. Dewan ini dicanangkan akan berfungsi layaknya Dewan Pers.

Budi menyebut gagasan ini merupakan usulan dari organisasi masyarakat sipil (OMS) dan UNESCO.

Apa yang sesungguhnya memantik diskursus dewan media sosial ini? Barang apa sebenarnya dewan media sosial ini?

Ekosistem informasi digital

Riset yang dilakukan oleh PR2Media berjudul "Pengaturan Konten Ilegal dan Berbahaya di Media Sosial" (2023) menemukan bahwa mayoritas responden yang merupakan pengguna media sosial di Indonesia (YouTube, Facebook, TikTok, Instagram, dan X) menyatakan sering dan sangat sering menjumpai konten ilegal dan berbahaya di platform media sosial.

Dari 1.500 responden, lima jenis konten yang paling sering dijumpai adalah akun palsu (72,9 persen), ujaran kebencian (67,2 persen), misinformasi/kabar bohong/hoaks (66,4 persen), perundungan (62,4 persen), dan penipuan (57,9 persen).

Temuan senada dapat dilihat dalam riset SAFEnet bertajuk "Ragam Serangan Daring terhadap Kelompok Rentan di Masa Pemilu". Riset itu menunjukkan, dalam momentum pemilihan umum 2014 dan 2019, kelompok rentan selalu menjadi sasaran konten kebencian.

Konten-konten kebencian ini menyasar kelompok perempuan, LGBTIQ+, penyandang disabilitas, aktivis dan jurnalis, oposisi politik, serta masyarakat lain yang aktif menggunakan media sosial.

Konten kebencian disebarkan dengan beragam bentuk, seperti ujaran kebencian, berita bohong, kekerasan berbasis gender online (KBGO), hingga doxxing.

Dua riset di atas tentu mengkhawatirkan, apalagi melihat jumlah pengguna media sosial di Indonesia yang terus meningkat.

Mengutip Direktur Pusat Penelitian Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto, informasi yang benar itu bagaikan oksigen bagi demokrasi. Ruang publik yang penuh dengan konten-konten berbahaya bagai gas beracun yang dapat membunuh demokrasi.

Minimnya tanggung jawab platform

Sayangnya, regulasi yang ada tidak mampu merespons keadaan ini. Regulasi yang ada justru digunakan untuk mengkriminalisasi pengguna secara serampangan.

Ini bisa kita lihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang baru. Keduanya masih mempertahankan pasal-pasal penghinaan, pencemaran nama, ujaran kebencian, dan berita bohong.

Padahal jika kita tilik, ada faktor struktural yang mengamplifikasi konten-konten berbahaya: kapitalisme pengawasan.

Istilah kapitalisme pengawasan diperkenalkan oleh filsuf Amerika Serikat, Shoshana Zuboff pada 2018. Teori ini mengkritisi model bisnis iklan microtargeting yang dijalankan oleh perusahaan platform digital.

Dalam kurun kurang dari 25 tahun, model bisnis ini telah menghasilkan pundi-pundi uang yang sangat besar bagi perusahaan raksasa seperti Google dan Meta. Mereka menjual data perilaku pengguna kepada agregator iklan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jamdatun Feri Wibisono Ditunjuk Jadi Wakil Jaksa Agung

Jamdatun Feri Wibisono Ditunjuk Jadi Wakil Jaksa Agung

Nasional
Sri Mulyani Mulai Mulai Hitung-hitung Anggaran Pemerintahan Prabowo

Sri Mulyani Mulai Mulai Hitung-hitung Anggaran Pemerintahan Prabowo

Nasional
Hapus 2 DPO Kasus 'Vina Cirebon', Polri Akui Tak Punya Bukti Kuat

Hapus 2 DPO Kasus "Vina Cirebon", Polri Akui Tak Punya Bukti Kuat

Nasional
Tak Hadiri Panggilan MKD, Bamsoet Sebut Undangan Diterima Mendadak

Tak Hadiri Panggilan MKD, Bamsoet Sebut Undangan Diterima Mendadak

Nasional
Proyeksi Sri Mulyani untuk Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II: Masih Terjaga seperti Kuartal I

Proyeksi Sri Mulyani untuk Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II: Masih Terjaga seperti Kuartal I

Nasional
Psikolog Forensik Sebut Ada Perbedaan Laporan Iptu Rudiana dengan Hasil Otopsi soal Kematian Vina dan Eky

Psikolog Forensik Sebut Ada Perbedaan Laporan Iptu Rudiana dengan Hasil Otopsi soal Kematian Vina dan Eky

Nasional
Usai Rapat dengan Jokowi, Gubernur BI Jamin Rupiah Akan Menguat

Usai Rapat dengan Jokowi, Gubernur BI Jamin Rupiah Akan Menguat

Nasional
Hasil Pertemuan Prabowo dengan Ketum Parpol KIM Tak Akan Dilaporkan ke Jokowi

Hasil Pertemuan Prabowo dengan Ketum Parpol KIM Tak Akan Dilaporkan ke Jokowi

Nasional
Dianugerahi Bintang Bhayangkara Utama, Prabowo: Terima Kasih Kapolri, Kehormatan bagi Saya

Dianugerahi Bintang Bhayangkara Utama, Prabowo: Terima Kasih Kapolri, Kehormatan bagi Saya

Nasional
PDI-P Lirik Susi Pudjiastuti Maju Pilkada Jabar, Airlangga: Bagus untuk Pandeglang

PDI-P Lirik Susi Pudjiastuti Maju Pilkada Jabar, Airlangga: Bagus untuk Pandeglang

Nasional
Jokowi Absen dalam Sidang Gugatan Bintang Empat Prabowo di PTUN

Jokowi Absen dalam Sidang Gugatan Bintang Empat Prabowo di PTUN

Nasional
Mendagri Minta Pj Kepala Daerah Mundur jika Ikut Pilkada atau Diberhentikan

Mendagri Minta Pj Kepala Daerah Mundur jika Ikut Pilkada atau Diberhentikan

Nasional
Imigrasi Berupaya Pulihkan Layanan Pakai 'Back Up' PDN Kominfo di Batam

Imigrasi Berupaya Pulihkan Layanan Pakai "Back Up" PDN Kominfo di Batam

Nasional
Ada Erick Thohir pada Pertemuan Prabowo dan Ketum Parpol KIM, Begini Penjelasan Airlangga

Ada Erick Thohir pada Pertemuan Prabowo dan Ketum Parpol KIM, Begini Penjelasan Airlangga

Nasional
Psikolog Forensik: Laporan Visum Sebut Vina dan Eky Mati Tak Wajar, Tak Disebut Korban Pembunuhan

Psikolog Forensik: Laporan Visum Sebut Vina dan Eky Mati Tak Wajar, Tak Disebut Korban Pembunuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com