KOMPAS.com - Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Said Abdullah mengatakan, pertemuan Puan Maharani dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Bali adalah acara penting kenegaraan.
Pertemuan itu terjadi dalam The 10th World Water Forum (WWF) 2024 atau Forum Air Dunia ke-10 di Bali, Minggu (19/5/2024).
Seperti diketahui, hubungan Jokowi dengan politisi PDI-P dikabarkan sempat merenggang sejak majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pertemuan tersebut juga pertama kalinya Jokowi dan Puan bertegur sapa sejak akhir 2023.
Said mengatakan, di mata dunia, para pemimpin formal negara harus satu padu. Dalam hal ini, Puan Maharani adalah Ketua DPR, sedangkan Jokowi adalah pemimpin pemerintahan.
Baca juga: Jokowi dan Puan Saling Lempar Senyum di Gala Dinner WWF, Gibran: Semua Baik-baik Saja
“Jadi sudah sepatutnya beliau berdua bertemu dalam konteks acara tersebut. Sebab, keduanya adalah para pemimpin formal negara,” katanya dalam siaran pers.
Terlebih, Indonesia menjadi tuan rumah dalam WWF 2024 yang turut dihadiri beberapa kepala negara, puluhan menteri, dan ribuan delegasi.
“Sangat tidak elok di mata dunia dan sangat tidak dewasa bila dengan segala perbedaan langkah politik yang terjadi menghalangi pertemuan kedua beliau dalam konteks acara kenegaraan,” ujarnya.
Dalam Forum Air Dunia ke-10 itu, Indonesia mendapatkan potensi berbagai kerja sama internasional.
Said mengatakan, forum itu salah satunya akan membahas krisis dan bencana iklim yang menyangkut kelangsungan tempat hidup umat manusia di muka bumi.
Baca juga: Buka Fair and Expo WWF 2024 Bali, Puan: Peluang Bagus untuk Promosi
Calon legislatif yang baru terpilih dengan suara terbanyak itu menyebutkan, kontribusi Indonesia dan dunia sangat penting untuk merumuskan aksi iklim yang baik.
“Saya kira pertemuan Mbak Puan dengan Presiden Jokowi harus kita tempatkan sebagai keteladanan,” ujarnya.
Said mengatakan, dunia perlu mengetahui bahwa dengan segala perbedaan yang terjadi, para pemimpin negara di Indonesia bisa kompak, terlebih terkait hal-hal strategis.
“Para pemimpin terdahulu kita telah memberikan contoh. Bung Karno, Bung Hatta, Pak Amir Sjarifudin, Pak Sjahrir, Pak Natsir banyak berbeda soal langkah politik,” jelasnya.
Namun, para tokoh tersebut masih bisa bertemu untuk urusan urusan yang lebih penting atau menyangkut kepentingan bangsa dan negara.