JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut terus menggodok sembilan nama untuk menjadi panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui, masa jabatan Pimpinan KPK periode 2019-2024 akan habis pada Desember mendatang.
Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman lantas menyoroti soal sistem kuota pimpinan KPK yang kerap dilakukan. Seperti, harus ada unsur pimpinan dari kejaksaan atau kepolisian.
Menurut Zaenur, pansel capim KPK kelak tidak boleh lagi menerapkan sistem kuota tersebut. Sebab, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK, tidak ada aturan mengenai komposisi tersebut.
“Pansel KPK ini tidak boleh membuat sistem kuota untuk capim KPK. Tidak boleh capim KPK itu misalnya harus ada yang dari aparat penegak hukum seperti kepolisian atau kejaksaan. Itu tidak boleh karena di dalam UU KPK tidak ada kuota untuk kelompok profesi manapun,” kata Zaenur kepada Kompas.com, Jumat (10/5/2024).
Dia mengatakan, pandangan pansel capim KPK harus netral atau tidak boleh seakan akan mengarahkan harus ada perwakilan dari lembaga penegak hukum tertentu.
“Tidak boleh seakan, oh ini harus ada perwakilan polisinya, oh ini harus ada perwakilan jaksanya seperti yang dilakukan Presiden Jokowi di pimpinan KPK yang kemarin. Itu salah, itu tidak tepat,” ujar Zaenur.
Zaenur menegaskan pansel capim KPK harus memilih berdasarkan kualitas, integritas, kapasitas, dan kapabilitas.
“Yang penting dari pimpinan KPK itu adalah integritasnya. Kedua, netralitasnya. Berintegritas itu tidak punya cacat etik apalagi masalah pidana. Netralitas, tidak punya vested interest (kepentingan pribadi) apalagi kepentingan politik partisan,” katanya.
Sebab, Zanenur mengingatkan bahwa tugas KPK adalah memberantas korupsi, termasuk akan melakukan kontrol terhadap kekuasan yang menyimpang dalam bentuk korupsi.
Baca juga: Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat
Apabila mengacu pada UU KPK terbaru, memang tidak disebutkan secara spesifik unsur dari pimpinan KPK.
Dalam Pasal 21 UU Nomor 19 Tahun 2019, disebutkan bahwa pimpinan KPK terdiri dari lima orang. Dengan ketentuan, satu ketua dan empat wakil ketua merangkap anggota.
Berikut bunyi Pasal 21 Ayat (1) b, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi”.
Kemudian, Pasal 21 Ayat (2) berbunyi, "Susunan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurub terdiri dari: a. ketua merangkap anggota; dan b. wakil ketua terdiri dari 4 (empat) orang, masing-masing merangkap anggota”.
Namun, dalam Pasal 6 disebutkan bahwa KPK juga memiliki tugas yang diantaranya melakukan penyelidikan, penyidikan, dan pentuntutan perkara tindak pidana korupsi.