JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty Internasional Indonesia mendesak agar tragedi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat tragedi Tanjung Priok 1984 kembali diusut.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan, peristiwa yang terjadi 39 tahun itu harus dibuka kembali dnegan memperhitungkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan.
"Kami mendesak negara segera mengusut kembali kasus itu, dengan memperhitungkan semua bukti yang diperlukan dan mencari kebenaran yang belum terungkap sampai korban merasakan keadilan," kata Usman dalam keterangan tertulis, Rabu (13/9/2023).
Usman mengatakan, meski peristiwa itu sudah berlalu puluhan tahun, para korban masih merasakan luka karena tidak ada kesungguhan pemerintah dalam menegakkan keadilan kasus itu.
Baca juga: Tragedi Tanjung Priok: Dari Provokasi, Subversi, hingga Pelanggaran HAM
Padahal peristiwa Tanjung Priok masuk dalam 12 daftar peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui pemerintah.
Usman mengatakan, dalam pengusutan ulang nanti harus dipastikan semua pelaku yang terlibat dalam peristiwa itu dihukum dengan adil.
"Termasuk dalang pelaku yang terlibat di baliknya, diadili sesuai hukum yang berlaku serta berdasarkan prinsip peradilan yang adil." imbuh dia.
“Negara juga patut menyediakan ganti rugi yang pantas bagi keluarga korban yang selama ini menderita akibat tragedi ini, termasuk kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi. Negara melalui DPR juga perlu segera meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Setiap Orang dari Penghilangan Paksa (ICPPED) agar kejahatan kemanusiaan seperti Tragedi Tanjung Priok tidak lagi terjadi," pungkas Usman.
Peristiwa Tanjung Priok terjadi pada 12 September 1984 yang menjadi daftar kejahatan kemanusiaan yang terjadi selama pemerintahan Orde Baru.
Dokumen yang diterbitkan Amnesty International pada 1985 berjudul “Statement of Amnesty International’s Concerns in Indonesia” mengungkapkan, pasukan keamanan menembaki kerumunan umat Muslim yang saat itu menggelar aksi protes ke kantor polisi dan markas Kodim Jakarta Utara untuk menuntut pembebasan empat orang yang ditahan.
Baca juga: Mahfud Sebut 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Semakin Sulit Diadili
Dari laporan Amnesty disebutkan ada 30 orang yang tewas karena diberedel peluru oleh aparat negara, selain itu ada 200 orang yang ditangkap dengan tuduhan beragam seperti menyerang aparat, merusak properti hingga menyebarkan kabar bohong.
Temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sendiri, ada 79 orang korban dengan rincian 55 orang terluka dan 24 lainnya meninggal dunia.
Kasus Tragedi Tanjung Priok pernah masuk proses hukum melalui Pengadilan HAM ad hoc di Jakarta pada 2003.
Baca juga: Jokowi Diminta Buktikan Niat Politik Selesaikan 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat
Pada pengadilan tingkat pertama, 12 terdakwa dinyatakan bersalah dan negara diinstruksikan memberikan kompensasi, restitusi, serta rehabilitasi kepada korban dan keluarganya.
Para terdakwa lalu mengajukan banding dan pada 2005 Pengadilan Tinggi Jakarta membebaskan para terdakwa. Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Namun pada 2006 Mahkamah Agung menolak permintaan jaksa untuk membatalkan keputusan bebas tersebut, dengan alasan bahwa kasus itu bukan merupakan pelanggaran HAM (karena korban bersenjata) dan kasus tersebut harus diproses di pengadilan pidana, bukan pengadilan HAM ad hoc.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.