Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Serangan Fajar Jangan Terus Berulang

Kompas.com - 16/08/2023, 17:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA yakin banyak orang yang menganggap bahwa serangan fajar saat Pemilu adalah tindakan keliru, karena membuat arah demokrasi melenceng dari tujuan awalnya.

Sebagai pengingat, demokrasi adalah sistem bernegara di mana suara setiap warga diakui dalam memilih pejabat publik, yaitu anggota parlemen (lembaga legislatif, DPR dan DPD) dan lembaga eksekutif (kepala pemerintahan) dari tingkat nasional hingga tingkat desa, dari presiden hingga kepala desa.

Serangan fajar yang berulang setiap pemilu kiranya telah ikut menjadikan Indonesia sebagai negara yang cacat demokrasi (flawed democracy) menurut the Economist Intelligence Unit, London.

Dalam serangan fajar, calon peserta pemilu/pilkada memberi selembar uang kepada pemilih, pada pagi buta saat hari pencoblosan, atau beberapa hari sebelumnya.

Pemilih mencoblos calon tersebut dengan menganggapnya sebagai balas budi, atau mungkin sebagai ganti ongkos jalan ke TPS.

Semakin besar uang yang dibagikan calon, semakin diperhatikan oleh pemilih yang menerima uang dari beberapa calon.

Maka calon yang paling banyak modalnya, cenderung akan dipilih oleh lebih banyak orang, dan kemungkinan besar akan menang. Padahal, yang seharusnya bukan begitu.

Calon kepala daerah yang programnya selaras dengan aspirasi warga, mestinya yang dipilih oleh warga sehingga menang. Banyak warga akan terpenuhi kebutuhan dan aspirasinya, dan terselesaikan kesulitan hidupnya.

Namun warga bukannya tidak menggunakan akal sehat. Dari pengalaman pemilu/pilkada sebelumnya, calon yang programnya menarik, ternyata tidak merealisasikan programnya.

Pemilih kecewa, tapi tidak bisa menuntut. Banyak alasan diucapkan kepala daerah yang menang itu ketika janjinya ditagih.

Maka daripada hati dongkol, warga merasa lebih baik memilih calon yang memberi uang, walau hanya sekali dan nilainya tidak begitu besar. Ada lingkaran kebutuhan dan penyediaan dalam praktik serangan fajar yang harus diputus.

Masalah lain, modal uang untuk serangan fajar tidak datang dari nenek moyang calon. Kalau pun betul, modal itu harus kembali utuh, bahkan lebih.

Yang lebih umum adalah modal itu dikumpulkan dari usaha ilegal selama menjabat pada periode sebelumnya.

Calon petahana lebih paham bagaimana memanfaatkan kekuasaan untuk mencari modal guna pilkada berikutnya, untuk dirinya atau untuk keluarganya yang mencalonkan diri.

Yang juga banyak terjadi adalah sang calon mendapat modal dari pengusaha yang memiliki dana untuk diinvestasikan. Tentu saja modal itu harus dikembalikan dalam bentuk uang atau proyek.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com