APA itu demokrasi? Enteng menjawabnya. Demokrasi ibarat restoran yang menyiapkan menu makanan. Rupa-rupa jenis makanan dengan keragaman rasa tercantum dalam menu.
Makanan-makanan yang tertera di menu tersebut, menggunakan bahan yang berbeda dan proses pembuatannya menempuh metode majemuk. Pengunjung memiliki kebebasan menentukan pilihannya.
Indo Sakka, misalnya, memilih jenis makanan karena penasaran. Maklum, ini kali pertama ia ingin mencoba cita rasa pilihannya.
Ambo Tuwo memilih makanan lain karena sudah pernah mencicipinya dan sesuai selera. Ini namanya pengulangan.
La Matta menentukan pilihannya atas jenis makanan lain, semata-mata karena suasana batinnya seperti itu. Lagian, ia pernah mendengar tetangganya bercerita mengenai lezatnya makanan yang ia pilih.
Ambo Logo, menetapkan pilihan makanannya dengan motif lain lagi. Ia membaca dalam daftar bahwa makanan yang dipilihnya memakai nama yang keren. Lagian, itu makanan yang paling mahal. Ini soal gengsi dan pencitraan.
Mereka itu bersahabat dan datang ke restoran sebagai grup. Duduk semeja. Namun, pilihan makanan berbeda.
Tiap orang memiliki kedaulatan atas dirinya, menetapkan pilihannya. Pemilik restoran tidak bisa dan tidak akan pernah sukses mendesakkan keinginannya kepada para pelanggan untuk memilih makanan yang hendak dipromosi. Ini soal selera.
Ya, begitulah analogi hidup berdemokrasi.
Saya sontak bereaksi tatkala melihat penampilan seorang menteri melalui media sosial. Dengan berapi-api, sinisme tinggi serta sarat dengan gertakan dan intimidasi, Pak Menteri mengatakan:
“Hati-hati semua yang merasa mau jadi presiden. Tingkat kepuasan rakyat pada Presiden Jokowi mencapai 82 persen. Makanya, siapa yang mau jadi presiden mengganti Jokowi, harus sejalan dan sehaluan dengan Jokowi.”
Luar biasa memang kualitas pejabat negeri ini.
Dalam kehidupan demokrasi, tidak boleh ada orang super yang mendesakkan kehendak. Tidak boleh ada orang yang dianggap keramat dan mutlak diikuti kemauannya. Yang berkuasa dan berdaulat adalah rakyat sebagai pemilih.
Di lain tempo, seorang menteri lain berujar, siapa pun yang mengganti Jokowi ke depan, tidak usah macam-macam membuat program. Ikuti dan teruskan saja apa yang telah dirintis dan dilakukan Jokowi.
Lagi-lagi, kualitas pejabat negeri ini, dalam kehidupan berdemokrasi, sungguh-sungguh patut tidak memperoleh tepuk tangan.