Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala Soeharto Resmikan Bandara Soekarno-Hatta pada Hari Dekrit Presiden...

Kompas.com - 05/07/2023, 05:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa terbitnya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 tidak hanya menjadi penanda dinamika kehidupan politik di Tanah Air.

Pemerintahan Presiden Soeharto juga menggunakan momentum peringatan Hari Dekrit Presiden atau Hari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 buat meresmikan Bandar Udara Soekarno-Hatta.

Seperti dikutip dari surat kabar Kompas, peresmian Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng dilakukan pada 5 Juli 1985.

Saat itu wilayah Bandara Soekarno-Hatta dari Provinsi Jawa Barat. Kini setelah pemberlakuan otonomi daerah pemekaran wilayah, bandara itu masuk ke dalam wilayah Kota Tangerang, Provinsi Banten.

Baca juga: Arti Penting Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Yang unik dalam proses peresmian itu, nama bandara masih dirahasiakan sampai hari H.

Pembuat prasasti peresmian bandara juga menolak berkomentar saat ditanyai tentang nama bandara itu.

Hanya saja proses peresmian memang sengaja mengambil momentum peringatan dekrit Presiden, sebagai wujud penghormatan terhadap sosok Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, serta mengingat keputusan kembali memberlakukan UUD 1945.

Sebelum peresmian dilakukan, otoritas bandara sudah memberikan pemberitahuan atau notice to airmen (notam) yang menyatakan bandara akan ditutup pada hari H.

Maka dari itu sejumlah maskapai yang menjadwalkan penerbangan pada hari itu diminta mengatur ulang.

Baca juga: Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Latar Belakang, Isi, Tujuan, dan Dampak

 

Latar belakang Dekrit Presiden

Presiden Soekarno menerbitkan dekrit yang terdiri dari 3 perintah. Pertama adalah membubarkan Konstituante.

Kedua, menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi yang berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal penetapan dekrit, dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara (UUDS) 1950.

Ketiga, pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), terdiri atas anggota DPR ditambah utusan dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Dekrit diterbitkan karena kondisi politik Indonesia saat itu tidak kunjung stabil pasca Pemilihan Umum 1955.

Baca juga: Teks Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Setelah pemilu perdana itu, praktik demokrasi parlementer di Indonesia diwarnasi oleh persaingan politik yang tajam. Hal itu menyebabkan usia kabinet tidak pernah bertahan lama.

Selain itu, Dewan Konstituante yang dibentuk dari hasil Pemilu 1955 tidak berhasil melaksanakan tugas buat menyusun konstitusi baru.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com