Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Disahkan di Rapat Paripurna, Perppu Cipta Kerja Dinilai Mesti Dicabut

Kompas.com - 18/02/2023, 14:10 WIB
Ardito Ramadhan,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) berpandangan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja mesti dicabut karena belum disahkan menjadi undang-undang setelah DPR menutup masa sidang pada Kamis (16/2/2023) lalu.

Peneliti PSHK Fajri Nursyamsi menyatakan, Pasal 22 Ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengatur bahwa perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut.

Lalu, Pasal 22 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa jika tidak mendapat persetujuan DPR, maka perppu harus dicabut.

"Berdasarkan ketentuan tersebut, Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) sudah harus dicabut karena masuk dalam kategori tidak mendapat persetujuan DPR," kata Fajri dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/2/2023).

Baca juga: Baleg DPR Setujui Perppu Cipta Kerja Dibahas Jadi UU, Airlangga: Beri Kepastian Hukum dan Manfaat

Ia menjelaskan, Perppu Cipta Kerja disahkan pada 30 Desember 2022 sehingga masa persidangan DPR yang terdekat dari pengesahan itu adalah Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 yang berlangsung pada 10 Januari hingga 16 Februari 2023.

Namun, hingga DPR menutup masa sidang, lembaga tersebut belum mengambil keputusan untuk menyetujui atau menolak Perppu Cipta Kerja.

"Sehingga sampai Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 berakhir, Perppu Ciptaker belum mendapat persetujuan DPR," kata Fajri.

Fajri pun memandang persetujuan dalam panitia kerja yang dibentuk oleh Badan Legislasi DPR pada Rabu (15/2/2023) tidak dapat dianggap sebagai bentuk persetujuan DPR.

Baca juga: Anggota DPR Bantah Tukar Guling Revisi UU MK dengan Perppu Cipta Kerja

"Persetujuan tersebut belum dapat dikatakan sebagai suatu 'persetujuan DPR' karena keputusan tertinggi DPR secara kelembagaan ada pada Rapat Paripurna, bukan pada rapat Baleg," ujar dia.

Oleh karena itu, PSHK mendesak DPR dan pemerintah untuk mematuhi ketentuan konstitusi dan tidak memaksakan kehendak untuk tidak mencabut Perppu Cipta Kerja.

Di samping itu, PSHK juga mendorong DPR untuk menolak Perppu Cipta Kerja karena penerbitan perppu tersebut tidak memenuhi alasan 'hal ihwal kegentingan yang memaksa' yang sudah dibatasi melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.

Dalam putusan itu, MK menyatakan bahwa penerbitan perppu harus memenuhi unsur objektif, yakni kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Baca juga: DPR Kebut Pembahasan Perppu Cipta Kerja, Partai Buruh: Mereka Wakili Rakyat atau Pengusaha?

Kemudian, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau sudah ada tapi tidak memadai.

Serta, kekosongan hukum tersebut tidak bisa diatasi dengan cara membuat undang-undang sesuai prosedur biasa karena akan membutuhkan waktu yang lama, sedangkan keadaan yang mendesak perlu kepastian untuk diselesaikan.

"Seharusnya DPR bersikap kritis dan menggunakan perannya untuk mengimbangi kekuasaan Presiden, mampu dan mau menolak Perppu Ciptaker karena tidak memenuhi batasan yang sudah digariskan MK dalam Putusan MK 138/PUU-VII/2009 tersebut," kata Fajri.

"Kegagalan atau keengganan DPR untuk menjalankan perannya ini semakin menguatkan kesan konsolidasi kekuasan yang menepikan kepentingan publik akan proses legislasi dengan partisipasi yang bermakna demi produk hukum yang menjawab kebutuhan publik secara luas," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com