JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, terdapat 48 kejadian bencana yang melanda pada seminggu terakhir, tepatnya dalam kurun waktu 19-25 September 2022
Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, 100 persen bencana itu dikategorikan sebagai bencana hidrometeorologi basah dan kering, termasuk banjir bandang, tanah longsor, cuaca ekstrem, dan abrasi pantai.
"Kita mengalami 48 kali kejadian bencana yang mana ini 100 persen, jadi 48-nya ini, total semuanya ini adalah bencana hidrometeorologi basah. Ya, ada hidrometeorologi kering sebagian kecil tapi dominan hidrometeorologi basah," kata Abdul Muhari dalam Disaster Briefing via kanal YouTube BNPB Indonesia, Selasa (27/9/2022).
Baca juga: Peneliti Jepang Kembangkan Kecoak Cyborg untuk Mencari Korban Bencana Alam
Muhari menjabarkan, dari jenis-jenis bencana hidrometeorologi yang terjadi, 20 di antaranya adalah banjir. Sementara, 12 kejadian adalah cuaca ekstrem.
Akibat bencana banjir, BNPB mencatat bencana merendam 5.045 rumah, 22.899 jiwa terdampak dan mengungsi, serta mengakibatkan 41 rumah rusak.
Sedangkan cuaca ekstrem menyebabkan 7 jiwa luka-luka, 2.490 jiwa terdampak dan mengungsi, serta 182 rumah rusak.
"Banjir ini juga ada beberapa tempat, diiringi dengan tanah longsor. Kita harus waspada banjir bencana, karena jumlah 48 kali ini adalah jumlah yang termasuk paling tinggi dalam satu minggu. Jadi kalau misalkan kita bagi tujuh, ya hampir dalam satu hari itu terjadi tujuh kali kejadian bencana," beber Abdul.
Adapun untuk mencegah banjir di tengah curah hujan yang masih tinggi, dia mengimbau agar warga dan pemerintah daerah setempat tidak mengurangi kesiapsiagaan bencana.
Masyarakat yang berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) misalnya, perlu memeriksa sumbatan yang mungkin terjadi di hulu sungai, baik karena ranting pohon maupun sampah yang belum dibersihkan.
Baca juga: INFOGRAFIK: Sejarah BNPB, Lembaga Penanganan Bencana yang Cikal Bakalnya Ada Sejak 1945
Sedangkan, menanam pohon dan membuat daerah resapan air bisa dilakukan untuk jangka menengah hingga panjang.
"Ini harus kita perhatikan, mungkin di hulu sana sering ada aktivitas masyarakat seperti perkebunan dan lain-lain yang menyebabkan sumbatan. Kembali pula kita ingatkan masyarakat harus membiasakan diri melihat prakiraan cuaca," sebutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.